Liputan6.com, Jakarta Jakarta Meski sudah delapan tahun berdiri, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Terbuka 1 Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat masih belum memiliki gedung.
Sejak awal berdiri tahun 2011, kegiatan belajar mengajar (KBM) siswa sekolah tersebut berpindah-pindah menumpang di sekolah lain. Dan kini puluhan siswa terpaksa belajar di halaman rumah setelah diusir pemilik madrasah.
Advertisement
Cucu Sumiati bersama almarhum suaminya, Gunawan mendirikan sekolah gratis pada tahun 2011 di tempat tinggalnya Jalan Sukabakti, Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Didirikannya sekolah SMP yang menginduk ke SMP Negeri 1 Cijerukt itu, kata Cucu, lantaran warga Desa Palasari mayoritas kurang mampu untuk menyekolah anaknya ke jenjang SMP.
Tidak hanya itu, murid-murid SD yang telah tamat enggan melanjutkan pendidikannya, lantaran jarak dari desa ke SMP terdekat tergolong jauh atau sekira 10 kilometer.
"Waktu itu kami melihat di desa kami banyak murid SD putus sekolah. Makanya saya bersama suami berinisiatif untuk mendirikan sekolah SMP,'' kata Cucu, Kamis (29/8/2019).
Dalam menjalankan KBM, sejak berdiri acap kali berpindah-pindah tempat mulai menumpang di SDN Langensari Cijeruk sampai menyewa gedung madrasah. Kini KBM dilakukan di belakang dan samping halaman rumahnya karena diusir lantaran adanya perebutan tanah wakaf.
"Ada konflik antara keluarga yang memberikan tanah wakaf, jadi sekolah pindah lagi dan siswa belajar di halaman depan dan belakang rumah," tuturnya.
Selain belajar beratapkan awan, sekolah ini juga minim fasilitas. Yang ada di halaman rumah hanya tersedia kursi lipat dan papan tulis. Beberapa diantaranya duduk mengampar di bale halaman belakang.
"Dulu buku dapat bantuan dari donatur. Dari sekolah induk pernah ngasih tapi kurikulum KTPS, sementara sekarang kurtilas. Klo ATK kita beli sendiri," terangnya.
Setiap menerima pelajaran, seluruh siswa kelas 7, 8, dan 9 menyiapkan sendiri kursi lipat yang telah tersedia di halaman rumahnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menumpang Madrasah
Ia mengakui, sejak berdirinya SMP T911, dia dan suaminya yang mengajar peserta didiknya. Setelah suaminya meninggal dunia 2018 lalu tepatnya saat sekolah itu menumpang di madrasah, Cucu mengajar seorang diri siswa kelas 7 sampai 9.
"Saya ngajar estapet. Setelah ngajar kelas 7, terus ngajar kelas 8, lalu kelas 9. Begitu seterusnya sampai jam pelajaran habis. Alhamdulillah sudah biasa dengan tehnik dan metode lari-lari ke kelas lain," ungkap Cucu.
Meski berjuang seorang diri, lanjut dia, semangatnya tak pernah padam. Ia memberikan ilmu kepada seluruh siswa sesuai dengan kurikulum. Tak hanya itu, siswa belajar selama lima hari seperti sekolah pada umumnya.
''Untuk hari Sabtu kita belajar di outdoor," jelas Cucu.
Cucu mengaku mengajar di sekolah itu hanya mendapat honor sebesar Rp 260 ribu per bulan. Itu pun dibayar tiga bulan sekali berasal dari dana BOSS.
"Honor dibayar dari dana BOSS SMPN 1 Cijeruk. Saya ikhlas karena niatnya ingin bantu anak-anak kurang mampu," kata dia.
Namun begitu, dirinya berharap ada pihak yang mau membantu mendirikan atau menyewakan gedung untuk peserta didiknya agar mereka bisa belajar dengan tenang, aman dan nyaman.
"Kalau anak-anak sih engga manja, paling ngeluh panas aja. Karena ada yang belajat tanpa pake terpal," kata dia.
Advertisement