Tiga Jurus Bank Indonesia Melawan Gejolak Ekonomi Global

Bank Indonesia terus mengantisipasi gejolak ekonomi global demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia

oleh Tommy K. Rony diperbarui 29 Agu 2019, 13:50 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo memberi paparan saat mengisi seminar di pertemuan IMF-WB 2018, Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10). Seminar bertema "Per Jacobsson Panel: Is There a New Orthodoxy for Monetary Policy?". (Liputan6/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo merespons ekonomi global yang sedang terkena disrupsi akibat perang dagang maupun tren digitalisasi. BI pun mengajak para pengambil kebijakan dan akademisi agar mendalami hal tersebut agar bisa memberikan respons kebijakan terbaik.

Dalam pidatonya bertajuk Dead of Globalization and the Rise of Digitalization Perry menyebut ada empat pertanda terjadinya pelemahan globalisasi: perang dagang, arus modal dan nilai tukar yang volatile, melemahnya efek dari respons Bank Sentral, serta maraknya digitalisasi.

Untuk digitalisasi keuangan, apabila tidak disikapi dengan cermat, maka terancam muncul shadow banking seperti di negara yang digitalisasinya lebih maju. Bank Indonesia pun bersikap assertive agar bisa terus menjaga peran serta fungsinya di era digitalisasi.

Tiga jurus pun disiapkan Gubernur Perry yang terdiri atas policy-mix (bauran kebijakan), koordinasi kebijakan antar lembaga, dan pemanfaatan digitalisasi demi kepentingan nasional.

Berikut tiga respons kebijakan dari Bank Indonesia dalam menghadapi meredanya globalisasi dan bangkitnya digitalisasi:

1. Policy-Mix

Pada jurus policy-mix BI terbagi dalam tiga bagian, yaitu bauran kebijakan moneter, makroprudensial, pendalaman pasar keuangan, dan sistem pembayaran. Ini menegaskan bahwa BI tidak hanya bertugas menjaga stabilitas nilai rupiah, tetapi ikut mendorong stabilitas sistem keuangan.

Bauran kebijakan kedua adalah BI bersama pemerintah dalam hal moneter dan fiskal untuk stabilitas ekonomi, serta mendukung reformasi struktural di berbagai sektor.

"Reformasi struktural bagaimana mendorong manufacturing, pariwisata agribisnis, demikiam juga fisheries. Perlu bauran kebijakan BI dengan pemerintah," ujar Perry  di Bali, Kamis (29/8/2019).

Sementara bauran kebijakan terakhir adalah menjaga stabilitas bersama Kementerian Keuangan, OJK, dan LPS di bawah naungan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

"Kita sharing pengalamam ini bahwa Indonesia menempuh bauran kebijakan untuk menyikapi meredanya globalisasi dan meningkatnya digitalisasi," ucap Perry.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Koordinasi Kebijakan

Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan penjelasan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/6/2019). RDG Bank Indonesia 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

2. Koordinasi Kebijakan

Jurus kedua yang digunakan Bank Indonesia adalah memastikan kebijakan antar lembaga bisa bersinergi agar semakin efektif. Perry yakin koordinasi kebijakan yang transparan akan memberi kontribusi positif hasil dalam menghadapi tantangan ekonomi yang muncul.

"Supaya efektif harus diperkuat sinergi tapapa mengurangi kewenangan masing-masing, tapi koordinasi kebijakan itu diperlukan agar kebijakannya lebih efektif dan mampu menyikapi meredanya globalisasi, munculnya digitalisasi," ucap Perry.

 


Digitalisasi

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo (tengah) bersama jajaran saat Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Kamis (21/2). BI kembali menahan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7RRR) di angka 6 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

3. Memanfaatkan Digitalisasi

Pada era digitalisasi, layanan finansial konvensional telah beralih ke dunia digital, mulai dari crowdfunding, P2P lending, dan pembayaran digital. BI pun aktif mengeksplorasi ranah ini agar pihak bank sentral tidak kecolongan dengan digitalisasi.

Gubernur Perry pun membahas visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 dan integrasi teknologi finansial dengan perbankan. Tujuannya agar fungsi bank sentral dalam peredaran uang, kebijakan moneter, dan menjaga stabilitas keuangan bisa tetap berlangsung di era digitalisasi.

"Perlu tetap menempatkan digitalisasi perbankan sebagai core atau inti integrasi tadi. Makanya kita dorong perbankan digitalisasinya terus berkembang pesat," ucap Perry.

Perry juga mendukung peran startup berinovasi dalam berbagai sektor seperti sektor riil, e-commerce, dan perbankan. Namun, inovasi itu juga harus sejalan dengan berkembangnya perlindungan konsumen dan risiko siber.

Tak lupa, Perry mengingatkan perkembangan digital harus menjung kepentingan nasional. Inovasi yang dilakukan adalah Gerbang Pembayaran Nasional dan QRIS.

"Ini bagaimana kepentingan nasional tetap terjaga dalam digitalisasi antar negara. Contohnya, kita sudah ada GPN di mana kalau transkasi domestik harus diselesaikan secara domestik. Demikian juga QRIS yang unggul: universal, gampang untung dan langsung," jelas Perry.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya