Liputan6.com, Jakarta - Milenial di Indonesia ternyata masih banyak yang belum melek investasi. Mereka masih cenderung konsumtif dan menggunakan uangnya untuk hal-hal yang berbau konsumsi.
Founder PT Solusi Finansialku Indonesia, Melvin Mumpuni mengungkapkan milenial lebih banyak yang memiliki cicilan ketimbang investasi.
"Milenial di Indonesia setiap kali aku tanya di event ada gak yang punya cicilan Rp 1 sampai Rp 2 juta per bulan? Banyak. Tapi ada gak yang bisa investasi Rp 1 juta sampai Rp 2 juta per bulan? gak ada," kata dia saat ditemui di Menara BCA, Jakarta, Kamis (29/8).
Baca Juga
Advertisement
Padahal, kata dia, saat ini milenial di Indonesia merupakan kaum dengan pendapatan yang lumayan. Artinya, mereka memiliki penghasilan per bulan yang cukup untuk berinvestasi.
"Sebenarnya milenial punya uangnya karena dia bisa nyicil, tapi jatuhnya tuh uangnya buat cicilan tidak untuk investasi. Tapi sebenarnya mereka punya uang," ujarnya.
Dengan banyaknya literasi dan edukasi keuangan saat ini, diharapkan milenial sudah dapat memiliki perencanaan keuangan yang bagus. Serta memiliki instrumen investasi yang cocok bagi mereka.
Berinvestasi, lanjutnya, bagi milenial bisa diawali dengan coba-coba semua jenis instrumen dengan menggunakan budget testing. Budget testing adalah dana dimana jika terjadi hal yang tidak diinginkan, kerugian tersebut tidak akan mengganggu keuangan secara umum. Misalnya, mulai mencoba investasi di reksadana atau saham dengan angka minimal yaitu Rp 100 ribu.
"Pertama, mulai dari rencana keuangan dulu kalau misalnya gak mau repot udah mulai coba dulu dengan budget testing. Coba dulu kalau nanti udah tahu hasilnya, optimalkan perbesarkan," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu Achmud
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Milenial Sulit Kaya Akibat Harga Rumah Mahal?
Analisis terbaru menunjukkan perbedaan kekayaan Generasi Y (milenial) dan generasi pendahulunya yakni Generasi X (babu boomer). Mahalnya harga rumah menjadi satu faktor yang menyulitkan milenial mengumpulkan kekayaan.
Melansir CNBC, pemuda berusia 20-35 tahun di AS pada tahun 1998 memiliki rata-rata kekayaan USD 103.400, sementara pemuda berusia 20-35 tahun pada zaman sekarang memiliki USD 100.800.
Harga rumah di AS yang ikut makin mahal pun ikut menjadi masalah. Kini, nilai median rumah adalah USD 227 ribu. Angka itu melambung dua kali lipat ketimbang tahun 1990 ketika harga median rumah USD 101.100 (sudah disesuaikan inflasi).
"Kondisi para pemuda dari 20 tahun yang lalu sangatlah berbeda," jelas Mandi Woodruff, eksekutif direktur dari situs kredit Magnify Money yang melakukan analisis.
Masih di AS, masalah finansial para milenial turut diperberat oleh harga kuliah yang makin mahal. Pemuda pun terpaksa meminjam utang mahasiswa (student debt) sebesar puluhan ribu dolar atau ratusan juga.
Perencana keuangan dan wakil presiden senior bank UBS Paula Mogan mengajak agar para milenial terus menabung. Usia milenial yang masih muda disebutnya sebagai aset untuk bersiap.
"Menambung, menabung, menabung, karena selama 30 sampai 40 tahun ke depan hal itu akan membantumu meraih keamanan finansial yang kamu inginkan," ujarnya.
Mogan pun mengajak para milenial untuk menyiapkan dana darurat untuk enam bulan ke depan, membuat anggaran khusus untuk membeli rumah atau biaya pernikahan, dan jeli dalam menggunakan benefit.
Advertisement
Kementan Dukung Tumbuhnya Eksportir Milenial
Giat ekspor produk pertanian oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dalam upaya meningkatkan produk ekspor dengan menggali produk-produk ekspor baru dan mendorong tumbuhnya eksportir milenial menjadi trobosan yang dilakukan oleh Kememtan saat ini.
“Semangat Bapak Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam menggenjot ekspor produk pertanian perlu kita dukung penuh. Upaya strategis peningkatan dan percepatan ekspor komoditas pertanian menjadi modal bagi bangsa Indonesia, selain itu kita beruntung bahwa bangsa ini dianugerahi kekayaan alam yang melimpah, terutama hasil pertanian,” sebut Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi, Jakarta, Rabu (7/8).
Dedi menyampaikan bahwa meningkatkan jumlah eksportir terutama di kalangan generasi milenial, yaitu dengan cara mendorong kreativitas generasi muda dalam meningkatkan produksi yang layak ekspor.
"Kita gerakan petani Milenial melalui Balai-Balai Pelatihan Pertanian serta Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) yang Kementan miliki. Kita ciptakan Job Seeker dan Job Creator yang siap mengguncang dunia dengan kreatifitas dan produktivitas generasi milenial pertanian Indonesia," ucap Dedi.
Dedi juga mengatakan bahwa kaum milenial akan kita dorong untuk dapat meningkatkan diiversifikasi atau keberagaman komoditas/produk dengan minimal produk setengah jadi bahkan sampai jadi.
"Sesuai dengan instruksi Menteri Pertanian, bahwa BPPSDMP akan terus melakukan upaya khusus untuk menciptakan generasi muda milenial di sektor pertanian , " tutur Dedi.
Kementan saat ini sudah memiliki enam Polbangtan diantaranya: Polbangtan Medan, Polbangtan Bogor, Polbangtan Yogyakarta –Magelang, Polbangtan Malang, Polbangtan Gowa, dan Polbangtan Manokwari. Sebentar lagi kita memiliki Politeknik Enjinering Pertanian (PEPI). Lulusan-lulusan Polbangtan ini yang kita cetak untuk menjadi Job Seeker dan Job Creator di Pertanian.
Polbangtan dan PEPI merupakan Lembaga Pendidikan vokasi pertanian yang diarahkan menjadi world class univerisities untuk mempersiapkan tenaga kerja pertanian yang siap kerja (job seeker) maupun siap menjadi wirausaha pertanian (job creator). Di mana saat ini terjadi pergeseran paradigma lulusan, tidak lagi based on supply melainkan demand driven, mewadahi adanya wacana terkait regenerasi petani dan peningkatan minat generasi muda milenial berkecimpung di sektor pertanian.
"Balai pelatihan yang kita miliki juga akan didorong untuk mencetak petani-petani muda handal yang siap membantu menambah pundi-pundi devisa negara dengan ekspor produk-produk pertanian," ungkap Dedi.
Tentu saja, peningkatan kualitas dan kuantitas generasi muda pertanian milenial selaras dengan visi Kementerian Pertanian dalam meningkatkan produksi dan daya saing pertanian berorientasi ekspor serta mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045, berbasis sumber daya lokal, dengan penekanan pada pengembangan komoditas strategis pertanian yaitu padi, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai, sapi, tebu, kakao, kopi dan rempah lainnya.
Dedi juga menekankan bahwa di era keterbukaan informasi pada industri 4.0, sistem informasi pertanian dan mekanisasi pertanian menjadi tools yang sangat strategis bagi Polbangtan dan PEPI serta Balai Pelatihan yang Kementan miliki dalam upaya menghasilkan lulusan yang adaptif terhadap teknologi, yang siap terjun ke dunia kerja dan wirausaha agribisnis, berorientasi ekspor serta menjadi agents of changes dalam pembangunan pertanian, utamanya penyebaran informasi pertanian bagi stakeholders dan modernisasi pertanian.
"Pengembangan sistem informasi pertanian (ICT, IoT, artificial intelligent) diperuntukkan bagi kepentingan penyebaran informasi baik secara internal maupun secara eksternal dengan maksud memberikan layanan terhadap informasi secara cepat, tepat, akurat dan kekinian yang dapat mendukung institusi dalam pengambilan keputusan," tutup Dedi.