Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan akan segera mengeluarkan payung hukum untuk kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dengan demikian, maka iuran BPJS Kesehatan akan sah naik mulai tahun depan.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, aturan kenaikan iuran akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). Saat ini tinggal melewati proses administrasi.
Advertisement
"Sudah. Sudah diajukan. Perpres kan tinggal proses administrasi saja," kata dia, di Kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Dia pun mengatakan Perpres seharusnya dikeluarkan sebelum tahun 2019 berakhir. Mengingat dalam usulan Kemenkeu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk masyarakat secara luas berlaku mulai Januari 2020.
"Iya (Keluar sebelum akhir tahun)," ungkapnya.
Selain itu, diharapkan kebijakan ini dapat memperbaiki sistem jaminan kesehatan nasional. Juga mengatasi masalah defisit anggaran yang tengah mendera BPJS Kesehatan.
"Kita ingin supaya segera. Selain memperbaiki sistem kesehatan nasional, selain rekomendasi BPKP, tapi ini kan BPJS kan ini banyak defisit nih dan harus segera diberikan bantuan kan. ya bantuannya menyesuaikan dengan iuran PBI. Supaya lebih sustain dan sistematis," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
DPR Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan 100 Persen
Komisi IX DPR Ichsan Firdaus, meminta pemerintah mengkaji dengan hati-hati rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen. Sebab, kenaikan yang drastis akan menimbulkan gejolak baru di masyarakat.
"Ini perlu dipikirkan lebih lanjut. Setiap kenaikan apapun, yang mengalami kenaikan yang cukup drastis harus dimitigasi oleh pemerintah. Saya tidak sepakat kalau kenaikannya hampir 100 persen," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/8).
Pemerintah bersama BPJS Kesehatan masih memiliki pilihan lain untuk mengumpulkan penerimaan. Pertama, BPJS harus mampu mendorong sisi kepatuhan pembayaran iuran agar semakin meningkat dari posisi saat ini sekitar 54 persen.
BACA JUGA
"Jadi ini yang perlu dimitigasi setiap kebijakan apapun yang cukup drastis harus dimitigasi oleh pemerintah dampaknya. Saya tidak sepakat kalau kenaikannya hampir 100 persen. Masih ada solusi lain, misalnya tingkat kolektivitas iuran BPJS yang selama ini masih 54 persen," jelasnya.
Dia juga meminta BPJS Kesehatan memaksimalkan pungutan dari perusahaan yang selama ini masih melakukan kecurangan dalam melaporkan jumlah dan gaji karyawan. Jika ini dapat dimaksimalkan maka, defisit BPJS dapat terbantu.
"Misalnya saja jangan hanya BPJS, tapi juga perusahaan. Misalkan dia memberikan data yang tidak benar, harus ada tindak lanju. Juga seperti pembuatan SIM itu, harus lunas dulu BPJS nya. Ini contoh," jelasnya.
Meski demikian, dia menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada pemerintah. Sebab, DPR tak memiliki wewenang dalam mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Kenaikannya cukup drastis akan menimbulkan dampak baru secara sosial dan ekonomi juga. Ini harus dipikirkan oleh pemerintah. Walau itu domain pemerintah, tetapi kami DPR mengingatkan saja jangan sampai kebijakan itu memunculkan gejolak baru," tandasnya.
Advertisement