Sepasang Elang Ular Kembali Menghirup Udara Bebas di Hutan Kamojang

Sebagai burung lambang negara, populasi elang kini semakin turun seiring maraknya penangkapan hewan di lindungi itu.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 31 Agu 2019, 07:00 WIB
Nampak beberapa orang tengah menarik tambang penutup kandanga, dalam salah satu prosesi pelepasliaran elang ke alam bebas di PKEK Kamojang Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK), Kamojang, Garut, Jawa Barat, kembali melepasliarkan sepasang elang ular (Spilornis cheela) di hutan Kamojang. Keduanya kembali menghirup udara bebas, setelah dipasangkan mulai tahun lalu.

"Keduanya menunjukkan mampu hidup survive di alam bebas, sempat membuat sarang, tapi belum sempat bertelur," ujar Manajer Operasional PKEK, Zaini Rachman, Kamis (29/8/2019).

Menurutnya, kedua elang jenis ular tersebut berasal dari hasil tangkapan warga dari dua tempat berbeda di wilayah Jawa Barat.

"Untuk jantan bernama Dimon berusia 11 tahun berasal dari Sukabumi, sedangkan yang betina berusia delapan tahun kami namai Arni penyerahan dari warga Ciamis," ujar dia.

Keduanya, ujar Zaini, telah mendiami kawasan konservasi untuk mendapatkan perawatan cukup lama. "Untuk Dimon kami rehab sejak 2014, sementara Arni masuk sejak 2015 lalu," kata dia.

Namun, seiring membaiknya kondisi tubuh, serta perilaku hidup keduanya yang telah menunjukkan peningkatan signifikan sejak pertama kali masuk, akhirnya dipasangkan dalam satu kandang mulai tahun lalu.

"Sekarang kami lepaskan di sini karena sudah bisa mandiri," ujarnya.

Dalam catatannya, sejak 2015 lalu pihaknya telah melakukan pelepasan hingga 50 ekor elang berbagai jenis, di beberapa daerah Jawa Barat, termasuk luar Jawa. "Terakhir pelepasan di wilayah Batam," kata dia.

Dari jumlah itu, sekitar 37 ekor di antaranya sengaja dilepasliarkan di wilayah Jawa Barat, yang merupakan habitat asli para elang.

"Untuk memantau keberadaan elang yang dilepasliarkan ini, kami pantau perkembangannya dengan chip," kata dia.

Khusus Dimon dan Arni, keduanya sengaja dilepas di kawasan hutan Kamojang, yang diklaim masih ada wilayah kosong untuk 'kekuasaan' baru elang yang dilepasliarkan.

"Untuk hutan Kamojang itu daya tampung bisa tujuh pasang, sekarang yang terisi baru empat padang, jadi masih ada tiga pasang lagi," ujarnya.

 

 


Faktor Penyebab

Beberapa kandang perawatan elang di Pusat Konservasi Elang Kamojang Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Kepala Seksi Balai Konservasi Sumber Daya ALam (BKSDA) wilayah V Garut Purwantono mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan populasi elang di alam liar terus mengalami penyusutan secara signifikan.

"Bisa karena habitat, pertumbuhan pendudukan, alih fungsi hutan dan lainnya," ujar dia.

Menurutnya, sebagai salah satu pemegang kursi tertinggi rantai makanan tertinggi mahuk hidup, keberadaan elang cukup penting dalam mempertahankan kelestarian alam. "Satu saja tidak ada, maka berdampak pada yang lain," kata dia.

Ia mencontohkan menyusutnya populasi elang, bisa berdampak pada meningkatnya jumlah hama di area pertanian penduduk. "Tikus, ular, dan lainnya bakal semakin bertambah," kata dia.   

Untuk itu, hadirnya kawasan konservasi seperti PKEK Kamojang, diharapkan mampu menjadi solusi dalam mempertahankan kelestarian alam sekitar. "Yang paling besar faktornya itu karena perburuan liar," kata dia.

Kondisi itu semakin menyulitkan petugas, saat elang sudah berada dalam pemeliharaan penduduk dengan perlakukan yang lebih manja.

"Tingkah lakunya sudah jauh dibanding alam terbuka, jika sudah jinak seperti itu proses rehabilitasinya bisa bertahun-tahun," kata dia.

Saat ini, total elang yang masih menjalani rehabilitasi di PKEK Kamojang berjumlah sekitar 122 ekor. "Awalnya 124 ekor, cuma kan hari ini dilepas dua ekor," ujar Zaini.

Rinciannya terdiri dari beberapa jenis elang, seperti elang jawa (Nisaetus bartelsi), elang brontok (Nisaetus cirrhatus), elang bondol (Haliastur indus), dan elang ular (Spilornis cheela)

Namun dari jumlah itu, spesies paling banyak dikuasai elang jenis brontok sebanyak 40 ekor, kemudian ditempati elang jenis ular, elang bondol, elang paria, dan terakhir elang jawa.

 

 


Butuh Sosialiasi

Dua siswa peserta lomba menggambar Garuda, tengah berfose di depan gambar Garuda di kawasan Konservasi Elang Kamojang, Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Untuk menekan meningkatnya aktivitas penangkapan elang di alam liar, perlu dilakukan sosialisasi yang masif untuk mengingatkan masyarakat.

"Tidak hanya elang, alap-alap sekali pun itu kan dilindungi negara," Purwantono menambahkan.

Selama ini, kebiasaan memelihara burung elang masih menjadi salah satu kebanggaan pribadi dibanding satwa lainnya. "Apalagi jika sudah jinak, sampai dibawa-bawa, padahal itu tidak boleh," kata dia.

Tak jarang, banyak warga yang sengaja menangkarkan burung elang dengan harapan mampu memeliharanya sejak dini. "Kalau dari anakan itu biasanya lebih jinak, dan itu sangat sulit saat dikembalikan ke alam liar sebagai habitatnya," ujar dia.

Bahkan, pola pemeliharaan elang sejak dini, secara langsung membutuh sifat asli elang saat dikembalikan ke alam liar. "Sulit untuk bersaing akhirnya ya kalah, sebab tidak dididik beradaptasi dengan alam," kata dia.

Dengan adanya kawasan konservasi, lembaganya berharap mampu menambah populasi elang di alam liar, untuk mempertahankan kelestarian alam sekitar.

"Kawasan Papandayan, Sancang, Talaga Bodas, dan kawasan hutan lindung perhutani, masih cukup luas untuk ditempati elang baru," kata dia.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya