BMKG: Kekeringan Berlanjut hingga November, Khususnya di Pulau Jawa

Dilaporkan Adi, wilayah yang akan mengalami kekeringan paling ekstrim yakni Jateng, Jabar, DIY, NTT dan NTB.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 31 Agu 2019, 06:34 WIB
Seorang ibu mengisi air pada antrean jeriken di sumur Masjid  di Kampung Citapen, Desa  Weninggalih, Bogor, Rabu (24/07/2019). Sekitar 4000 jiwa warga Desa Weninggalih mengalami kesulitan mendapatkan air bersih akibat musim kemarau sejak tiga bulan terakhir. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi sejumlah daerah di Indonesia masih akan mengalami kekeringan hingga November mendatang.

"Agustus dan September kami prediksikan merupakan puncak dari periode musim kemarau. Sebanyak 97 persen wilayah memasuki musim kemarau," kata Kepala Subbidang Analisa dan Informasi Iklim BMKG Adi Ripaldi di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jumat (30/8/2019).

Dia membeberkan, kondisi kemarau dimonitoring dari pos-pos hujan. Pos tersebut tersebar kecamatan di seluruh Indonesia. Setidaknya, ada 6 ribu pos hujan.

Dilaporkan Adi, wilayah yang akan mengalami kekeringan paling ekstrim yakni Jateng, Jabar, DIY, NTT dan NTB. Diketahui sudah lebih dari 100 hari tidak pernah hujan.

"Contohnya ada di satu kecamatan wilayah NTT selama 157 hari tidak ada hujan. Banyangkan 4 sampai 5 bulan tidak ada hujan," ucap dia.

Adi menerangkan, kondisi semacam ini setidaknya masih terus berlangsung hingga Oktober 2019. Itu pun baru untuk wilayah di Jawa Barat.

Sementara daerah lainnya seperti NTT, NTB Lampung, Jawa, Bali, Sulsel, Sulteng sampai dengan Merauke diestimasikan kemarau akan berakhir pada November mendatang

"Desember dan januari musim hujan hadir," ucap dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Titik Panas

Ia menuturkan, kemarau panjang tentunya berdampak pada jumlah titik panas atau hotspot. Yang dimonitor salah satunya Riau.

Kondisinya di tahun 2019 melampaui kondisi tahum 2018. Begitu pun Jambi. Padahal kemarau masih akan dihadapi sekitar 1 sampai 2 bulan ke depan.

"Artinya perlu kewaspadaan lebih wilayah yang hotspot di kota melampaui tahun kemarin," ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya