Komisioner Komnas HAM Sebut Keluarga Gus Dur Bisa Bantu Redam Konflik Papua

Beka mengatakan ada perbedaan pendekatan yang dilakukan Gus Dur kepada masyarakat Papua saat menjadi presiden.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 31 Agu 2019, 16:10 WIB
Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Mahasiswa berkali-kali berteriak Papua Merdeka dan menyanyikan lagu Bintang Kejora. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah terus berupaya mencari solusi untuk meredam konflik di wilayah Papua dan Papua Barat. Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyarankan, keluarga Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid atau Gus Dur turut dilibatkan dalam menyelesaikan konflik di Papua.

Menurut dia, masyarakat Papua sangat menghormati sosok Gus Dur. Sehingga, keluarga Gus Dur dinilai dapat menjadi mediator atau membuka komunikasi antara pemerintah dan masyarakat Papua.

"Bisa saja keluarga Gus Dur diajukan sebagai juru runding atau kemudian negosiator, menjadi mediator antara pemerintah Jokowi dengan teman-teman di Papua, itu bagus juga," kata Beka di kawasan Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2019).

Beka mengatakan ada perbedaan pendekatan yang dilakukan Gus Dur kepada masyarakat Papua saat menjadi presiden, dengan pemerintahan Presiden Jokowi sekarang. Gus Dur, kata dia, melakukan pendekatan kebudayaan dan dialog terbuka untuk mencari solusi masalah yang terjadi di Papua.

"Dengan jalan kebudayaan ini penting bagi teman-teman Papua sehingga bisa menerima, dan ada seperti titik balik," ujar dia.

Hal ini dilihat Beka jauh berbeda dengan pemerintahan Jokowi yang melakukan pendekatan dengan membangun infrastruktur di Papua. Perbedaan pendekatan inilah yang membuat Gus Dur sangat dihormati warga Papua.

"Jangan seperti (pemerintah) sekarang ini. Ada kerusuhan, polisi dikirim, tetapi tidak pernah mengirim siapa melakukan dialog dengan kepala suku. Nah, itu saya kira penting," jelas Beka.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Tersangka

Aliansi Mahasiswa Papua Berunjuk Rasa di Polda Metro Jaya. (Foto: Yopi Makdori/Liputan6.com)

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan Polda Papua telah menetapkan 30 tersangka dalam kasus unjuk rasa berujung ricuh di Abepura, Jayapura, Papua, pada Kamis, 29 Agustus 2019.

"Ya benar, massa yang telah ditetapkan sebagai tersangka ada 30 orang," kata Brigjen Dedi saat ditemui di Kepulauan Seribu, Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (31/8/2019).

Sebanyak 30 tersangka ini rinciannya 17 orang tersangka kekerasan terhadap orang/barang, tujuh orang tersangka pencurian dengan kekerasan dan seorang tersangka pembakaran, tiga tersangka penghasutan, dua tersangka pembawa senjata tanpa izin.

Sebelumnya pada Kamis 29 Agustus 2019, massa yang berjumlah lebih dari 500 orang melakukan pelemparan, perusakan, dan pembakaran bangunan yang berada di pinggir jalan dalam perjalanan dari Abepura ke Jayapura setelah sebelumnya melakukan orasi di Lingkaran depan Kantor Pos Abepura.

Adapun bangunan yang dirusak selama perjalanan tersebut di antaranya Kantor Majelis Rakyat Papua di Kotaraja, lapak depan Papua Trade Center dan Mapolsek Japsel di Entrop.

Kemudian Kantor Bea Cukai dan ruko-ruko di sepanjang jalan depan Pelabuhan Laut Jayapura, Kantor Telkomsel dan ruko-ruko di Terminal Lama Pasar Jaya, serta Toko Buku Gramedia, Kantor Bank Indonesia, Kantor Jiwasraya, Kantor Navigasi, Kantor Perhubungan, dan Mall Jayapura.

Selain itu terdapat juga massa lain yang membakar Pos Patmor Lumba-lumba Dok V Atas dan menjarah sembako di Toko Efan Dok V Bawah. Seluruh massa pada akhirnya bergabung di Kantor Gubernur Provinsi Papua di Dok II Jayapura.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya