Liputan6.com, Blora - Tugu Sedulur Sikep Samin yang baru dibangun di Bojonego bikin orang Blora keki. Pasalnya, Blora telah lama identik dengan 'Bumi Samin', Samin Soerosentiko sendiri lahir di Blora. Warga Blora menganggap Pemkab Bojonegoro lebih cerdas ketimbang Blora.
Eko Arifianto (42), seorang pemerhati sejarah Samin Soerosentiko, kepada Liputan6.com mengatakan, tidak ada masalah Tugu Sedulur Sikep Samin berdiri di Dusun Jipang, Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro.
Advertisement
"Yang penting kan melestarikan, baik itu simbol Samin maupun ajarannya," ujar Eko, Senin (2/9/2019).
Namun demikian, Eko menilai, Pemkab Blora terlalu lambat menyikapi potensi sejarah yang dimiliki daerahnya. Padahal kota yang dikenal akan minyak bumi dan hutan jati ini merupakan tempat lahirnya tokoh Samin Surosentiko, yang ajarannya masih lestari hingga saat ini.
"Kalau sudah diambil daerah lain baru geger," katanya.
Eko sendiri mengaku telah lama mengingatkan pemkab perlunya memunculkan simbol pelestarian nilai-nilai Samin Sedulur Sikep, tapi hal itu kerap kali diabaikan.
"Kalau mengetahui keadaannya seperti ini pemkab sudah terbuka belum mata dan hatinya," kata Eko mempertanyakan.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Samin Soerosentiko
Samin Soerosentiko yang bernama asli Raden Kohar merupakan tokoh pelopor ajaran Samin. Dirinya lahir pada 1859 di Desa Ploso Kediren, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Adapun Samin Soerosentiko mempunyai latar belakang sebagai seorang keluarga terpandang putra dari Raden Surowijaya atau Samin Sepuh, seorang priyayi asal Bojonegoro.
Samin pernah ditangkap tentara Belanda kemudian dibuang ke Sawahlunto, Sumatera Barat, bersama tujuh orang pengikutnya.
Samin, menjadi pekerja paksa di tambang batu bara. Pengaruhnya yang kuat membuat dirinya diangkat menjadi kepala tambang hingga meninggal di tanah pembuangan hingga 1914.
Ajaran Samin ternyata berakar kuat di hati pengikutnya. Hingga kemudian muncul ada ajaran Samin. Ciri khas ajaran ini adalah melawan dengan tanpa kekerasan.
Saat Pemerintah Belanda berkuasa di Indonesia, para Samin Soerosentiko dan pengikutnya menolak bayar pajak berikut segala peraturan yang penjajah. Tentu saja sikap ‘memberontak halus’ ini membuat jengkel Pemerintah Belanda waktu itu.
Tata cara berpakaian Samin Soerosentiko dan pengikutnya sederhana. Pakai udengan atau ikat kepala, pakaian hitam yang menjadi simbol perlawanan atas penindasan pada waktu itu.
Penganut ajaran Samin tersebar di berbagai wilayah. Mulai di Kabupaten Blora, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, hingga di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Advertisement