Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan perwakilan BPS Papua tidak bisa mengikuti konferensi pers pada hari ini. Namun, ia menuturkan bahwa angka inflasinya tetap muncul karena pengolahannya sudah selesai dikerjakan.
"Kalau kita bicara di Papua itu diukur di dua kota yakni Jayapura yang alami deflasi 0,14 persen. Karena adanya penurunan harga bahan makanan yang hampir mirip di level nasional serta turunnya tarif angkutan udara di Jayapura," jelasnya di Gedung BPS, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Baca Juga
Advertisement
Suhariyanto melanjutkan, di Merauke terjadi deflasi sebesar 0,18 persen karena penurunan bahan makanan dan makanan jadi. "Meskipun BPS Papua tidak melakukan rilis karena saya bilang ke teman-tetap waspada untuk tinggal dirumah tapi angka nya ada," imbuhnya.
Sementara untuk dampak kerusuhan, pria yang akrab disapa Kecuk ini menuturkan kantor BPS di sana baik-baik saja, namun kantor disebelahnya yakni Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengalami kerusahan.
"Alhamdulilaah kantor BPS oke tapi sebelahnya kantor KPU habis dan kerusakaannya (kantor BPS) beberapa kaca jendela pecah dan mobil pecah," ungkapnya.
Kecuk berharap, masyarakat Papua bisa meningkatkan rasa toleransi serta keberagaman. Sementara untuk dampak kerusuhan terhadap pertumbuhan ekonomi Papua, Kecuk mengaku belum bisa melihatnya.
"Dampaknya ke pertumbuhan ekonomi Papua belum bisa kita lihat tapi pada kuartal II 2019 kemarin tumbuhnya negatif 23 persen karena penurunan sektor pertambangan. Dampak kerusahannya ke pertumbuhan ekonomi kita belum tahu karena ini kan baru tapi gak signifikan," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BPS: Ekonomi Papua dan Maluku Tumbuh Negatif di Kuartal II
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi pertumbuhan ekonominasional sebesar 5,05 persen pada kuartal II 2019. Secara spasial Pulau Maluku dan Papua mengalami pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi 13,12 persen, lebih dalam dari kuartal I 2019 yang terkontraksi 10,44 persen.
Meski demikian, kontribusi Pulau Maluku dan Papua terhadap perekonomian Indonesia tercatat rendah yakni hanya 2,17 persen. Adapun perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II 2019 mencapai Rp 3.963,5 triliun.
"Pulau Maluku dan Papua mengalami pertumbuhan yang negatif, karena ada dua provinsi yang tumbuh negatif yakni Papua Barat dan Papua," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (5/8/2019).
Sementara Pulau Sulawesi mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 6,76 persen. Meski demikian kontribusinya terhadap ekonomi nasional juga rendah hanya sebesar 6,34 persen.
Berbeda dengan Pulau Jawa yang tercatat memiliki sumbangan terhadap perekonomian nasional sebesar 59,11 persen. Lebih dari separuh perekonomian Indonesia berasal dari pulau tersebut, meski pertumbuhan ekonominya sebesar 5,68 persen.
"Jadi secara spasial, struktur ekonomi memang tidak banyak berubah. Ini memang butuh waktu yang sangat panjang," kata dia.
Adapun untuk Pulau Bali dan Nusa Tenggara mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05 persen, kontribusinya terhadap perekonomian nasional juga hanya sebesar 3,06 persen. Lalu Pulau Kalimantan tercatat ekonominya tumbuh 5,33 persen dengan kontribusi terhadap ekonomi nasional sebesar 8,01 persen.
Sementara itu, Pulau Sumatera mengalami pertumbuhan ekonomi 4,62 persen, berada dibawah pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi Sumatera masih menjadi salah satu yang terbesar pada perekonomian nasional sebesar 21,31 persen.
Advertisement