Liputan6.com, Jakarta - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) mengumumkan 10 nama terpilih yang diserahkan ke Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Nama itu diumumkan usai pansel melaporkannya ke Jokowi.
"Komposisi profesi satu orang KPK, satu orang polisi, satu jaksa, satu auditor, satu advokat, dua dosen, satu hakim, dua PNS," ucap Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Garnasih saat jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (2/9/2019).
Advertisement
Yenti mengaku, nama-nama yang keluar tersebut sudah melalui banyak pertimbangan dan masukan masyarakat. Nama yang lulus pun tidak dikoreksi saat bertemu dengan Jokowi.
"Enggak ada istilah koreksi, mungkin sudah sesuai," kata Yenti.
Salah satu dari 10 nama yang diserahkan ke Jokowi yakni Luthfi Jayadi Kurniawan yang berprofesi sebagai dosen. Saat uji publik, Luthfi sempat diberikan pertanyaan soal pemahamannya tentang pasal suap, yakni Pasal 5 dan Pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Adalah Wakil Ketua Pansel Capim KPK Indriyanto Seno Adji yang bertanya soal perbedaan Pasal 5 dan Pasal 12.
"Saya tidak paham," ujar Luthfi di hadapan Pansel Capim KPK di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu 28 Agustus 2019.
Sebelum ditanya soal perbedaan Pasal 5 dan Pasal 12, Luthfi yang merupakan akademisi mengaku sudah menjadi pemerhati isu korupsi sejak 1998. "Sejak 1998," kata dia.
Namun sayang Luthfi malah tak paham perbedaan kedua pasal tersebut. Hal ini membuat Luthfi tampak terdiam. Begitu juga saat ditanya soal perampasan aset, Luthfi tak menjawab.
Hal ini sangat disayangkan oleh Pansel Capim KPK. Sebab, Pasal 5 dan Pasal 12 kerap dipakai lembaga antirasuah saat menggelar ekspose sebelum menentukan status hukum mereka yang diduga terjerat korupsi.
"Kira-kira paham enggaj? Karena sebagai pimpinan di saat ekspose terbatas dan ekspose pleno pimpinan harus kasih pendapat Pak. Harus pahami hukum, Kalo enggak amburadul itu lembaga penegak hukum yang dipercaya masyarakat. Kalau bapak ikut ekspos bisa paham?," tanya Indriyanto.
"Saya akan berusaha untuk memahami," kata Luthfi.
Lantaran mengaku tak paham dan tak hafal pasal yang ada di UU Tipikor, Indriyanto pun tak melanjutkan pertanyaaan saat uji publik Capim KPK beberapa waktu lalu.
"Sudah saya enggak usah tanya banyak-banyak Pak. Pimpinan harus tahu semua (Pasal) pak," kata Indriyanto menegaskan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pasal Suap
Pasal 5 sendiri biasanya dipakai KPK untuk menjerat para pemberi suap. Sedangkan Pasal 12 untuk mereka yang diduga sebagai penerima suap.
Dalam pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor dijelaskan setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 5 ayat (1) huruf b memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya, dijatuhi hukuman pidana maksimal lima tahun penjara.
Sedangkan pasal 12 huruf a pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Dan pasal 12 huruf b pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Advertisement