Liputan6.com, Jakarta - Jambore kendaraan listrik nasional yang melibatkan perguruan tinggi Institut Sepuluh November (ITS) Surabaya memasuki babak final. Program tersebut merupakan uji coba kendaraan listrik menempuh jarak Surbaya-Jakarta sejauh 900 kilo meter (Km).
Ketua Jambore Mobil Listrik Yogauta Nugraha mengatakan, Jambore kendaraan listrik nasional melibatkan 14 kendaraan listrik berangkat dari Surabaya 28 Agustus 2019 sampai Jakarta pada 2 September 2019.
"Tadinya14 kendaraan, ada yang finish dan gugur, yang finish 3 sepeda motor 7 mobil," kata Yoga, di Kantor PLN Disjaya, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Baca Juga
Advertisement
Yoga mengungkapkan, dalam perjalanan menuju Jakarta, rombongan kendaraan listrik tersebut singgah di 19 kantor PLN untuk mengisi energi kendaraan listrik melalui fasilitas Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
"Kami melewati19 kantor PLN selama perjalanan di seluruh area dilewati sudah difasilitasi SPKLU, sehingga bisa melakukan pengisian," tuturnya.
Direktur PUSAT Unggulan Iptek Sistem Kontrol Otomotif (PUI-SKO) ITS Muhammad Nur Yuniarto mengatakan, kendaran listrik yang digunakan pada Jambore kendaraan listrik nasional merupakan buatan ITS, kendaraan tersebut telah didesain bisa melakukan pengisian listrik di manapun.
"Memang sebenarnya konsep dari kendaraan listrik adalah seperti itu kita harus menyiapkan charger yang bisa kita program tergantung listrik yang ada di situ berapa," ujarnya.
Menurut Muhammad, pasokan listrik PLN untuk mengisi energi kendaraan listrik sudah mumpuni. Hal ini terbukti ketika timnya melakukan uji coba mobil listrik yang dinamai Kasuwari dengan menempuh jarak Sabang sampai Merauke yang mengandalkan listrik PLN.
"Ini mobil Kaswari sudah keliling Sabang sampai Merauke full 100 persen menggunakan listrik PLN artinya PLN kalau ada pertanyaan PLN siap enggak dengan listrik yang ada di Indonesia, seluruh pelanggan Indonesia PLN sudah siap terbukti kita jalan dari Sabang sampai Merauke tadi,"tandasnya
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengembangan Kendaraan Listrik Harus Diprioritaskan untuk Angkutan Umum
Pengamat Transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Permasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) pusat Djoko Setijowarno menilai, pengembangan kendaraan listrik yang kini gencar digiatkan pemerintah seharusnya lebih berprioritas pada angkutan publik dibanding moda pribadi.
Dia mengapresiasi penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan yang dianggapnya cukup positif untuk menekan polusi sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Namun, ia melanjutkan, kebijakan pengembangan kendaraan listrik semestinya secara simultan mampu mengurangi kemacetan lalu lintas, menekan angka kecelakaan, serta mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM).
"Oleh karena itu, insentif pengembangan transportasi umum menggunakan kendaraan bermotor listrik harus diberikan lebih besar ketimbang insentif pengembangan untuk kendaraan pribadi listrik. Jika benar-benar serius, untuk transportasi umum harus lebih diprioritaskan," ungkapnya dalam sebuah pesan tertulis kepada Liputan6.com, Senin (2/9/2019).
"Kalau tidak begitu, polusi berkurang, namun kemacetan tak berkurang, hanya berganti moda. Tidak mengurangi mobilitas menggunakan kendaraan pribadi. Terlebih, tujuan dari menggunakan energi tidak dari fosil bukan hanya mengurangi polusi udara, namun dapat pula mengurangi kemacetan dan menekan angka kecelakaan," tambahnya.
Selain itu, ia meneruskan, apabila pemerintah juga ingin mendorong pengembangan sepeda listrik maka perlu ada pembatasan kecepatan. Dia mengatakan, kapasitas silinder dibuat kurang dari 100 sentimeter kubik, sehingga akselerasinya tidak secepat sepeda motor yang ada sekarang.
"Tujuannya adalah untuk menekan angka kecelakaan, sekaligus mengondisikan pengendara agar menggunakan transportasi umum untuk perjalanan jarak jauh, sudah tidak memakai sepeda motor lagi," jelas dia.
Advertisement
Hemat Konsumsi BBM
Kebijakan pemerintah juga disebutnya harus mencakup aspek penghematan pemakaian bahan bakar minyak (BBM). Daerah-daerah di Indonesia yang selama ini sulit mendapatkan BBM seharusnya didorong sekalian untuk langsung memanfaatkan listrik sebagai energi penggerak kendaraan di daerah tersebut.
"Penggunaan kendaraan elektrik seperti itu sudah dilakukan di Asmat, Papua. Gugusan pulau-pulau kecil atau daerah kepulauan, kawasan pariwisata dapat didorong. Seperti kawasan wisata Pulau Gili Trawangan di Lombok, tidak mengijinkan kendaraan bermotor beroperasi, sepeda listrik boleh dipakai. Wilayah pulau-pulau kecil, daerah terdepan dan terpencil, didorong pemakaian kendaraan bermotor listrik," tuturnya.
Djoko juga menekankan, kepentingan riset dan pengembangan kendaraan bermotor listrik di berbagai perguruan tinggi dan lembaga terkait hendaknya harus ditumbuhkan. Dia menyatakan, riset kendaraan elektrik sudah lama dilakukan di banyak perguruan tinggi.
"Indonesia bukan sekedar menjadi pasar kendaran bermotor listrik, namun dengan ketersediaan sumber daya alam yang ada dan sumber daya manusia yang mumpuni harus bisa memproduksi sendiri kendaraan bermotor listrik. Indonesia harus berdaulat kendaraan bermotor listrik. Bukan hanya untuk kebutuhan dalam negeri, namun bisa diekspor le luar negeri," tandasnya.