Polemik Pengesahan RUU Sumber Daya Air di DPR

DPR RI belum juga mengesahkan RUU Sumber Daya Air

oleh Athika Rahma diperbarui 03 Sep 2019, 16:00 WIB
Suasana Rapat Paripurna ke-6 DPR masa persidangan I tahun sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2019). DPR dijadwalkan mengesahkan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yaitu RUU Sumber Daya Air (SDA) dan RUU Pekerja Sosial. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum kunjung mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA).

Meski dijadwalkan akan disahkan menjadi UU pada Selasa (3/9), nyatanya masih ada kendala teknis sehingga harus diundur hingga sidang paripurna berikutnya.

Namun, Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo menegaskan, seluruh masalah yang menghambat pengesahan UU sebenarnya sudah selesai.

"Sudah clear, diundur karena, ya, ada kesalahan pengetikan, kesalahan teknis seperti itu," ungkapnya saat ditemui usai Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (03/09/2019).

Dalam pembahasannya, RUU SDA mengalami sejumlah benturan pendapat.

Pada rapat tingkat satu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono meminta penambahan ayat pada RUU SDA pasal 33.

Pasal tersebut menyatakan, penggunaan SDA di wilayah konservasi dilarang. Basuki meminta agar masyarakat yang tinggal di wilayah konservasi dan sudah lebih dulu memanfaatkan air sebagai kebutuhan pokok agar dikecualikan.

Kemudian, diskusi super alot juga terjadi saat pembahasan pasal 51 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Terdapat salah satu pendapat yang meminta agar RUU SDA melaran peran swasta dihilangkan, sehingga SPAM dikelola penuh oleh pemerintah, dalam hal ini BUMN/BUMD. Dampaknya, pemerintah harus menganggarkan biaya tambahan untuk pengembangan SPAM ini.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Berpotensi Merugikan Pengusaha

Suasana Rapat Paripurna ke-6 DPR masa persidangan I tahun sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2019). DPR dijadwalkan mengesahkan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yaitu RUU Sumber Daya Air (SDA) dan RUU Pekerja Sosial. (Liputan6.com/JohanTallo)

Hal ini dinilai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani bisa mematikan potensi bisnis pengusaha air dalam negeri.

"Dampak ekonomi yang sangat yang sangat besar harus ditanggung negara terkait penutupan ataupun pengambilalihan oleh negara terhadap AMDK swasta," bebernya.

Meski demikian, Bambang menyatakan seluruh masalah sudah selesai. Dia berharap RUU ini bakal melindungi baik pengusaha air, masyarakat yang mengkonsumsi dan lingkungan.

RUU SDA yang terdiri dari 16 bab dan 79 pasal ini nantinya akan disidangkan lagi pada rapat paripurna selanjutnya.


RUU Sumber Daya Air Bikin Harga Jual Produk Minuman Mahal

Air Mineral dalam Kemasan Botol dengan Rasa Tertentu, Berbahayakah?

Pelaku industri menyampaikan keberatannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA). Adanya RUU ini dinilai akan berdampak pada daya saing produk industri nantinya.

Perwakilan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Tri Junanto mengatakan, selama ini industri, khususnya minuman, telah melakukan pengelolaan air bersih secara mandiri. Dengan demikian, industri bisa memastikan jika kualitas dan keamanan dari air yang dijualnya.

Namun, jika pengelolaan air ini diambil alih oleh pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dirinya khawatir kualitas dan keamanan air yang dikelola tidak sesuai dengan standar industri.

"Bagi industri makanan dan minuman, ini juga bahaya. Berkaitan dengan food safety dan dampaknya akan seperti bola salju makin lama makin besar," ujar dia di Hotel Veranda, Jakarta, Selasa (21/8/2018).

Selain itu, dengan adanya kewajiban untuk menyisihkan 10 persen labanya untuk konservasi air, akan menambah biaya produksi. Pada akhirnya, harga jual produk menjadi semakin mahal dan menggerus daya saing produk lokal.

"Pasti biaya operasi kita naik. Ujung-ujungnya juga pasti harga jualnya naik," ungkap dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya