Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 10 nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) sudah ada di genggaman Presiden Jokowi. Namanya diserahkan Pansel Capim KPK pada Senin 2 September di Istana Kepresidenan.
Mereka adalah Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Kapolda Sumatra Selatan Irjen Pol Firli Bahuri, Auditor BPK I Nyoman Wara, Jaksa Johanis Tanak, Advokat Lili Pintauli Siregar, Dosen Luthfi Jayadi Kurniawan, Hakim Nawawi Pamolango, Dosen Nurul Ghufron, PNS Sekretaris Kabinet, Robi Arya, dan PNS Kementerian Keuangan Sigit Danang Joyo.
Advertisement
Sepuluh capim KPK ini telah melalui sejumlah tes mulai dari administrasi, pembuatan makalah, psikologi, profile assessment, hingga akhirnya mengikuti tes kesehatan dan uji publik.
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih mengatakan, nama-nama yang diserahkan ke Presiden Jokowi tersebut melalui banyak pertimbangan dan masukan masyarakat.
Jokowi pun berterimakasih atas kerja keras pansel yang menyeleksi 376 pendaftar hingga menjadi 10 nama capim KPK.
"Terima kasih yang sebesar-besarnya karena saya lihat kerja keras panjang dalam menyeleksi sejak awal sampai hari ini mungkin tinggal 20 atau 10 saya belum tahu," kata Jokowi saat menemui pansel di Istana Merdeka, Jakarta, Senin Agustus 2019.
Jokowi menambahkan, saat ini adalah era keterbukaan. Dia minta agar masukan-masukan dari masyarakat dan tokoh-tokoh bisa dijadikan catatan dalam mengoreksi apa yang telah dikerjakan Pansel.
Di tengah proses seleksi hingga penyerahan 10 nama capim KPK, desakan agar Presiden mengevaluasi kinerja Pansel pun terus mengalir. Pansel capim KPK dinilai tidak mampu menjaring capim KPK yang memiliki rekam jejak baik.
Salah satunya dari Koalisi Kawal Capim KPK. Mereka meminta agar Jokowi mencoret nama-nama yang diduga memiliki rekam jejak yang buruk.
Bagaimana desakan untuk mencoret capim KPK? Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut Presiden Jokowi telah menyetujui 10 nama capim KPK yang diusulkan pansel. Keputusan Jokowi tersebut dikatakan Moeldoko sudah final.
"Ya sudah final lah (10 nama capim KPK)," ucap Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Dengan begitu, 10 nama capim KPK itu siap diserahkan pemerintah ke DPR untuk uji fit and proper test. Moeldoko mengatakan Jokowi meyakini bahwa pansel memiliki kredibiltas dalam menyeleksi capim KPK.
"Ya, Presiden sudah memerintahkan mendelegasikan kewenangan kan pasti sudah memikirkan pada saat membentuk tim seleksi sudah memikirikan kredibilitas yang bersangkutan dan seterusnya," jelasnya.
"Intinya tim seleksi telah melakukan tugasnya, sudah cukup. Kan begitu. Tinggal lah nanti dilihat di DPR urutannya begitu. Jadi sudah menjalankan tugas, lapor presiden, kirim ke DPR," sambung Moeldoko.
Menurut dia, sebelum 10 capim KPK diserahkan ke Presiden, pansel sudah menerima masukan-masukan dari masyarakat. Sehingga, Moeldoko menilai Jokowi tak perlu lagi mendengar masukan dari publik terkait rekam jejak 10 capim lembaga antirasuah.
"Masa seleksi dari sejumlah sampai dengan 10 itu kan sudah panjang. Di situlah peran masyarakat memberi masukan, kan begitu. Masak mau mundur lagi," tutur Moeldoko.
Anggota Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa berharap, pansel capim KPK benar-benar serius mempertimbangkan 10 nama yang telah dipilih lewat biodata, karier, kapasitas dan kapabilitas. Dia tak ingin seluruh nama tersebut ditolak DPR.
"Jangan sampai kayak pengalaman hakim agung terakhir ini, KY (Komisi Yudisial) kirim kita tolak terus, jangan sampai 10 orang kami tolak," kata Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Desmond menyebut, bila 10 nama tersebut tak punya kapasitas sesuai dengan tugas besar KPK dan persoalan korupsi di Indonesia, maka presiden bisa mengeluarkan aturan untuk menunda 10 nama tersebut.
"Kalau kualitas orang ini lebih parah dari pada yang ada hari ini, ya nanti dulu, presiden bisa mengeluarkan surat tadi Keppres untuk mengangkat pimpinan KPK sementara seperti yang lalu-lalu saja. Jadi jangan berharap juga 10 orang ini bisa lolos, bisa 5, bisa 3, yang pasti tidak lebih dari 5," tutur dia.
Sementara itu, Jubir KPK Febri Diansyah berpandangan, proses seleksi pimpinan KPK yang sekarang ini di tangan Presiden Jokowi perlu didukung dan dijaga bersama.
"Selanjutnya, kita masih perlu mengawal bersama proses di DPR nanti," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa 3 September 2019.
Febri mengatakan, ada beberapa hal penting yang perlu dilihat dan dapat dipetik dari proses seleksi capim KPK. Salah satunya, kecintaan publik terhadap KPK sangat mengemuka sehingga ada dukungan dan pengawasan dari berbagai organisasi masyarakat di banyak daerah.
"Dan, bahkan para guru bangsa dan guru besar dari sejumlah universitas juga terlibat aktif. KPK menyampaikan terima kasih dan ajakan untuk lebih intens mengawal proses berikutnya," kata Febri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bagaimana Rekam Jejaknya?
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengatakan, dari 10 capim KPK yang diserahkan ke Presiden Jokowi, ada lebih dari satu orang yang bermasalah. Namun demikian, ada juga yang memilik rekam jejak bagus.
"Saya juga nggak mau mempromosikan, karena tidak mengangkat yang buruk juga. Lebih dari satu ya. Artinya masih ada peluang lah," kata Agus kepada Liputan6.com, Selasa (3/9/2019).
Dia mengatakan, Jokowi harus mendapat masukan dari timnya, bahwa tidak diatur harus ada representasi institusi tertentu di pimpinan KPK. Entah itu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman.
"Kita berharap rekam jejak atau informasi yang diberikan pada masyarakat ataupun institusi KPK dilihat secara objektif, kalau perlu divalidasi jangan sampai institusi KPK tersandera," kata dia.
Agus mengatakan, agar Jokowi dapat membuktikan janji kampanyenya, maka bisa memperkuat KPK dengan cara memilih calon-calon yang sangat minim sekali bahkan kalau mungkin tidak memiliki rekam jejak buruk.
"Kalau memang, berdasar pertimbangan presiden, bermasalah, jangan sungkan-sungkan karena ini bukan wilayah politik, ingat, ini wilayah hukum," kata dia.
Dia mengatakan, proses yang selanjutnya dicermati adalah ketika uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test capim KPK di DPR. Setiap calon bisa berada dalam posisi bawah dan atas.
"Makanya penting presiden memastikan, calon yang dikirim ke DPR benar-benar yang memiliki kualifikasi, rekam jejak baik, sehingga DPR tidak perlu melakukan lobi lobi politik," ucap Agus.
Dia berharap, DPR menerima masukan dari publik terkait rekam jejak dan lain lain untuk memperkuat KPK. Bisa juga, tenaga ahli anggota dewan dimaksimalkan untuk memperdalam masukan-masukan dari publik.
"Jangan hanya sebatas para calon itu menyampaikan visi misi di DPR saja, itu kan bisa dibuat. Tapi penting DPR melakukan pendalaman sendiri," kata Agus.
Sementara itu, Peneliti Senior Pusat Studi Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin menyoroti pernyataan Presiden Jokowi mengenai meminta masukan-masukan dari masyarakat untuk mengoreksi apa yang telah dikerjakan pansel capim KPK.
Menurutnya, hal itu sudah benar karena mau meluruskan hasil pansel yang dinilai bermasalah di tingkat publik.
"Karena orang orang dibawa pansel adalah ada beberapa orang yang ditolak publik berdasarkan data. Jadi yang dilakukan Pak Jokowi menurut saya sudah pas ketika mengatakan hasil pansel ini tetap akan dipertanyakan ke publik," kata Zainal kepada Liputan6.com.
Dia mengatakan, ada tiga hal yang bisa dilakukan Jokowi. Pertama, memanggil lembaga lembaga terkait, seperti media dan tokoh masyarakat untuk mengklarifikasi mengenai pansel.
"Yang kedua, dalam bayangan saya, Pak Jokowi bisa mendorong lima nama unggulan, kan dari 10 nama itu ada beberapa nama yang agak mendapatkan catatan dari publik. Saya berharap kemudian Pak Jokowi mau menuliskan lima nama yang ia unggulkan itu siapa dan lima nama siapa, kemungkinan lima nama tersebut menempati urutan nomor urut 1-5 ketika dia dorong itu DPR," kata dia.
Ketiga, Zainal berharap, Jokowi dapat menggunakan partai koalisi pendukungnya yang mencapai 61 persen di parlemen, mengawal fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan di DPR, setelah menunjuk lima dari 10 kandidat.
Dia berharap, DPR dapat memilih orang yang berkualitas sebagai pimpinan KPK periode baru. Dia juga berharap, pimpinan yang terpilih bisa menguatkan yang sudah bagus dan memperbaiki yang masih kurang di KPK.
"Saya sederhana saja, semua pimpinan itu punya plus minus tapi yang terakhir ini juga ada minusnya ada plusnya, sederhana saja kuatkan yang plus plus kemudian perbaiki yang minus," kata Zainal.
Advertisement
Persiapan Para Capim KPK
Capim KPK Robby Arya Brata enggan bicara banyak soal persiapan jelang uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Dia mengaku tidak ada persiapan khusus karena sebelumnya pernah mengikuti uji kelayakan capim KPK yang digelar DPR.
Dia mengatakan, memiliki visi bagaimana KPK bisa mendukung dan bersinergi dengan presiden atau pemerintah dalam menyukseskan program-program pemerintah.
"Khususnya meningkatkan investasi, ekspor, daya saing dan pertumbuhan ekonomi dengan memangkas peraturan, menyederhanakan perizinan, mencegah dan menutup celah korupsi di birokrasi, di sistem ekonomi, hukum dan politik," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (3/9/2019).
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, siap mengikuti seleksi terakhir untuk kembali memimpin lembaga antirasuah periode 2019-2023 yang akan digelar DPR.
Komisioner yang akrab disapa Alex itu menjadi satu-satunya petahana yang diloloskan Pansel Capim KPK untuk ikut uji publik hingga fit and proper test.
"Saya ikuti prosesnya, saya (siap) ikuti fit and proper test," ujar Alex Senin 2 September 2019.
Alex mengaku bersyukur dirinya masuk 10 besar Capim KPK jilid V. Menurut mantan Hakim Pengadilan Tipikor ini, pansel sudah bekerja secara independen sesuai dengan arahan Jokowi.
Dia meyakini pansel mengantongi data-data yang lebih lengkap dibanding lembaga lainnya mengenai pemilihan Capim KPK ini. Pasalnya, pansel bekerja sama dengan sejumlah lembaga.
"Saya pikir pansel punya data lebih lengkap dan dapat masukan dari banyak pihak, seperti PPATK dan BIN," kata dia.
Sementara itu, Kapolda Sumatra Selatan Polri Irjen Firli Bahuri yang masuk dalam 10 besar capim KPK mengatakan, jika namanya terpilih oleh Komisi III DPR untuk menjadi pimpinan KPK, sudah memiliki banyak terobosan inovatif dan solutif untuk memberantas korupsi hingga ke akarnya.
Menurut Firli, dalam memberantas korupsi tidak melulu mengandalkan operasi tangkap tangan (OTT).
"Pemberantasan korupsi yang sekarang dilakukan KPK hanya dengan penindakan melalui upaya OTT, dan menurut saya hal tersebut tidak cukup," ujar Firli Senin (2/9/2019).
Menurut Firli, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara integrasi, menyeluruh dengan upaya-upaya pencegahannya.
"Selain itu perlu sekali dilakukan monitoring atas pelaksanaan program pemerintah," kata dia.
Meski pencalonannya menuai pro kontra, Kapolda Sumatera Selatan ini mengklaim bahwa terobosannya ini dinilai akan membuat para koruptor ketar-ketir.