Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian membantah laporan bahwa industri tekstil sedang mengalami kondisi "berdarah-darah". Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki, Muhdori, menyatakan pertumbuhan tekstil di Indonesia masih tinggi. Ia pun menyampaikan berbagai bantahan perihal pernyataan asosiasi pertekstilan dan perbandingan dengan Vietnam.
"Pertumbuhan di industri manufaktur itu yang paling bagus saat ini di tekstil dan produk tekstil (TPT)," ujar Muhdori pada Rabu (4/9/2019) di Jakarta. Ia turut menambahkan berkata pertumbuhan tekstil Indonesia adalah yang terbaik setelah makanan dan minuman.
Baca Juga
Advertisement
Muhdori pun mementahkan pernyatan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) di Jawa Barat yang dinilai tidak mewakili keadaan secara lengkap. Ia mengatakan penyerapan tenaga kerja di industri tekstil serta kontribusinya terhadap PDB juga masih tertinggi di antara komoditas manufaktur.
Ia berkata jika ada perpindahan bisnis tekstil seperti dari Jawa Barat ke Jawa Tengah, maka itu adalah hal biasa dalam bisnis. Terkait adanya perusahaan yang berhenti berproduksi, menurutnya itu belum tentu permanen.
"Misalkan ada beberapa perusahaan yang memang menghentikan atau mengurangi produksi. Itu kan faktornya tidak hanya satu masalah, tetapi ada masalah-masalah yang lain. Tetapi bukan berarti yang dia berhenti itu akan berhenti seterusnya," ujar Muhdori.
Pada semester I 2019, ekspor pakaian jadi mencapai USD 3,6 miliar, sementara impornya USD 394 miliar. Secara total, ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia senilai USD 6,4 miliar dan impornya USD 4,6 miliar.
Muhdori juga membantah bahwa Vietnam punya daya tarik lebih baik ketimbang Indonesia dalam industri tekstil. Menurutnya, Indonesia justru bisa selektif dalam memilih investor. Apabila Indonesia sudah punya teknologi yang investor miliki, maka pemain asing itu tidak bisa berkompetisi di dalam negeri.
"Kita justru masih mengeliminir, memilih, kalau investasi tekstil dan produk tekstil dan alas kaki, kalau teknologinya masih sama di Indonesia, mereka itu tidak bisa kompetisi di sini," ucap Muhdori.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kemenperin Keluhkan Kelakuan Investor Tekstil China di Indonesia
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong kolaborasi antar sektor agar bisa mengembangkan industri otomotif, tekstil dan produk tekstil (TPT), dan alas kaki. Kolaborasi dipandang penting dalam menambah kontribusi industri ke perekonomian dengan target 19,3 persen di tahun 2024.
Pihak Kemenperin berkata industri tekstil di Indonesia masih lebih kuat ketimbang Vietnam dan Bangladesh karena hulu dan hilir masih dikuasai lokal. Namun, Kemenperin memantau investor tekstil China yang malah enggan bekerja sama dengan perusahaan dalam negeri.
Hal itu dinilai bertentangan dengan semangat investasi kolaboratif dan menyebabkan distorsi di dunia industri.
"Pengalaman di industri tekstil dan alas kaki, banyak investor China masuk akuisisi di Jateng dan Jabar, tapi mereka enggan kerja sama dengan perusahaan dalam negeri," ucap Muhdori.
Lebih lanjut, Kemenperin menyebut industri tekstil pada umumnya masih dikuasai lokal dari hulu sampai hilir. Ini menghilangkan kekhawatiran bahwa investasi akan lari ke luar negeri, sebab pelaku industru masih orang Indonesia.
"Menurut analisis kami, yang di Vietnam dan Bangladesh kekokohannya itu tak sebagus di Indonesia karena di Indonesia terintegrasi dari hulu dan hilir dan pelakunya saudara-saudara kita, dan tak mungkin rezekinya dialihkan ke luar," ujar Muhdori.
Pihak Kemenperin pun mendukung adanya kolaborasi dengan berbagai pihak dan percaya bisa memajukan industri dengan mengandalkan perusahaan yang sudah eksisting. Kemudian ditambah sentuhan teknologi revolusi industri 4.0 dan pengembangan pendidikan vokasi.
Advertisement
Peran Aktif Bank BRI Dukung Ekspor Tekstil dan Garmen ke Amerika Serikat
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melalui Unit Kerja Luar Negerinya, BRI New York Agency menyelenggarakan “2019 US Cotton Special Trade Mission from Indonesia Reception” pada Minggu (21/7) lalu. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan Cotton Council International (CCI) Amerika Serikat, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) serta 20 pimpinan perusahaan tekstil dan garmen Indonesia, bertempat di Omni Berkshire Place Hotel, Manhattan, New York.
General Manager BRI New York Agency (BRINYA) Tri Hartono mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut merupakan salah satu wujud peran aktif Bank BRI dalam mendukung program pemerintah RI untuk memacu pertumbuhan ekspor, khususnya di sektor non-migas.
Kegiatan ini menjadi salah satu agenda delegasi API dalam misi dagangnya ke Amerika Serikat yang diantaranya akan melaksanakan pertemuan bisnis dengan CCI Amerika Serikat, produsen kapas serta pembeli utama tekstil dan garmen Indonesia di beberapa negara bagian, untuk membahas impor kapas dan ekspor tekstil dan garmen Indonesia.
Pada kegiatan tersebut, Chairman Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung dan berkontribusi terhadap program Pemerintah RI dalam menyeimbangkan posisi neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat melalui peningkatan volume ekspor tekstil dan garmen disamping impor kapas dari Amerika Serikat yang telah berjalan hingga saat ini.
Amerika Serikat sendiri saat ini tercatat sebagai negara tujuan utama ekspor tekstil dan garmen Indonesia dengan nilai mencapai USD 4.7 milyar ditahun 2018, disusul Jepang dan China.