Liputan6.com, Melbourne - Ajang tahunan Telstra Vantage kembali digelar di Melbourne Australia, 4-5 September 2019. Salah satu perusahaan teknologi telekomunikasi terbesar di Australia itu menggandeng sejumlah perusahaan mitra teknologi untuk meramaikan ajang ini.
Sejumlah brand besar seperti Samsung, Ericsson, Microsoft juga ambil bagian dengan menampilkan sejumlah teknologi telekomunikasi terbaru.
Chief Executive Officer Teltra Andrew Penn menyatakan, tantangan teknologi kedepan makin sulit. Untuk itu dibutuhkan terobosan untuk 5G menjawab sejumlah persoalan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
"Salah satu yang bisa kita lakukan adalah dengan pengembangan teknologi 5G," ujar Penn saat pembukaan Telstra Vantage 2019 di Melbourne Convention Center, Rabu (4/9/2019).
Penn mengatakan, 5G adalah teknologi yang tepat saat ini untuk menjawab tantangan masa depan. Dia pun mengajak semua pihak untuk bersama sama mengembangkan teknologi ini, termasuk dalam hal pengembangan bisnis ke depan.
"Teknologi 5G akan membawa keuntungan jika bisa diaplikasikan ke dunia bisnis," sambungnya.
Penn menambahkan, kemajuan teknologi yang ada saat ini juga diiringi dengan peningkatan gangguan dan masalah-masalah digital. Gangguan bisa berupa putusnya jaringan koneksi, tidak stabilnya jalur telekomunikasi atau serangan siber (cyber attack).
"Telstra tertantang untuk turut memberikan solusi terhadap tantangan teknologi, salah satunya dengan dengan pengembangan 5G yang kita lalukan sekarang," tukasnya.
Selain mendukung 5G, Telstra juga melaunching layanan baru yang diberi nama Telstra Purple. Ini merupakan layanan terbaru dibidang telekomunikan yang dilakukan dengan melibatkan sejumlah mitra teknologi Telstra.
Direktur Telstra M Ebeid menyatakan, pihaknya melibatkan 1500 pakar teknologi untuk memggarap produk baru ini. Mereka mengembang jaringan keamanan siber, clouds dan perangkat lunak atau perangkat keras untuk menjawab tantangan teknologi masa depan.
Reporter: Yusron Fahmi
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Rektor ITS: RI Butuh Teknologi 5G Kembangkan Robot Jadi Mobil Tanpa Pengemudi
Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Mochamad Ashari menuturkan, Indonesia membutuhkan teknologi 5G untuk mengembangkan robot-robot menjadi mobil tanpa pengemudi. Saat ini, Indonesia masih di level teknologi 4G.
Ia menuturkan, teknologi 4G tidak cukup untuk mendukung teknologi driverless car atau mobil tanpa pengemudi.
"Sekarang 4G. Masih belum cukup. Jadi kalau (mobilnya-red) ngerem, sekarang di rem, karena ada delay internet, 10 mili detik itu masih jalan. Masih nabrak. Kalau 5G, tidak ada delay. Delaynya hanya 0,1 mili detik," ujar dia melansir suarasurabaya.net, Rabu, 28 Agustus 2019.
Adapun robot-robot karya ITS tersebut diprediksi dikembangkan menjadi driverless car. Robot-robot yang telah memenangi beberapa kompetisi internasional dalam beberapa bulan belakangan ini, telah menerapkan teknologi tinggi yang memungkinkan robot menghindari rintangan secara otomatis.
"Robot-robot ini sekali lagi, pakai teknologi tinggi. Jalannya, tidak pakai remot. Tapi mereka pintar sudah jalan sendiri. Menggunakan kecerdasan buata. Kalau di kasih rintangan, sudah (otomatis-red) minggir. Rintangan ini, jenis ini, akan belok kanan (misalnya-red). Sudah bisa mikir sendiri," tutur dia.
Ia menuturkan, ITS sudah bisa menggagas mobil semacam ini. Akan tetapi, untuk dikembangkan hingga pemakaian komersial, ia menyebut masih berbahaya. "Kalau untuk kompetisi, oke. Karena bukan di sesungguhnya, kalau di pasar, ada delay bisa bahaya," ujar dia.
Beberapa robot karya ITS juga turut ditampilkan di Ritech Expo 2019. Salah satunya, tim robot Ichiro. Tim ini telah beberapa kali ikut dan memenangkan kompetisi internasional, salah satunya Australia.
Advertisement
Kapan Orang Indonesia Bisa Pakai 5G?
Indonesia masih jauh dari implementasi teknologi 5G secara komersial, baik untuk industri atau pun konsumen individu.
Kendati demikian, operator seluler, pemerintah, dan berbagai pemangku kepentingan lain tengah melakukan serangkaian persiapan untuk menyambut penerapan teknologi baru tersebut.
PT XL Axiata (XL Axiata) termasuk operator seluler yang sedang mempersiapkan impelementasi jaringan 5G. Salah satu yang sedang dilakukan adalah program fiberisasi, yang diklaim dapat menghadirkan kecepatan data tinggi, jumlah pemakai lebih banyak, serta latency atau delay yang rendah.
Keunggulan teknologi 5G tersebut hanya bisa didapatkan jika site atau Base Transceiver Station(BTS) terhubung dengan fiber.
XL Axiata telah melaksanakan program ini secara masif di seluruh wilayah Indonesia dalam tiga tahun terakhir. Secara teknis, fiberisasi merupakan upaya modernisasi jaringan dengan cara menghubungkan BTS melalui jalur fiber, termasuk sekaligus melakukan regenerasi perangkat-perangkat BTS, seperti mengganti perangkat yang selama ini memakai microwave menjadi perangkat fiber.
Persiapan lain yakni bisnis model dan spektrum yang tepat. Dalam hal ini termasuk investasi biaya untuk spektrum.
"Untuk sampai pada implementasi 5G, banyak sekali persiapan, termasuk fiberisasi. Selain dari sisi infrastruktur, bisnis model, dan investasinya, terutama untuk spektrum dan peralatannya," kata Presiden Direktur XL Axiata, Dian Siswarini, di kantor XL Axiata, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2019.
Dian memperkirakan Indonesia baru bisa mengimplementasikan teknologi 5G dalam waktu tiga tahun lagi. Pemerintah sendiri sampai saat ini belum menentukan spektrum yang akan digunakan untuk jaringan 5G di Indonesia.
Sejauh ini ada tiga kandidat pita frekuensi yang kerap disebut akan menjadi pilihan di Indonesia, yakni 3,5 GHz, 26 GHz, dan 28 GHz.
Para operator seluler sudah melakukan uji coba teknologi 5G di berbagai frekuensi, termasuk 28 GHz dan 15GHz.
XL Axiata sendiri baru saja menggelar uji coba teknologi 5G pada frekuensi 28GHz dengan lebar pita 400 MHz, melalui demonstrasi tampilan hologram dan bermain gim online.