Menanti Tanggapan Pemimpin Hong Kong Usai Pencabutan RUU Ekstradisi

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam akan bertemu media setelah menarik UU ekstradisi yang memicu demo besar-besaran.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 05 Sep 2019, 11:25 WIB
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam (AFP/Anthony Wallace)

Liputan6.com, Hong Kong - Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam diperkirakan akan berpidato di depan media pada Kamis (5/9/2019), sehari setelah dia mencabut RUU ekstradisi yang kontroversial dan memicu protes massa serta menjerumuskan wilayah China ke dalam krisis politik terburuk dalam beberapa dekade.

Lam, dalam pesan televisi yang direkam sebelumnya, pada hari Rabu secara resmi mencabut RUU kontroversial tersebut, menyetujui satu dari lima tuntutan pemrotes, meskipun banyak demonstran dan anggota parlemen mengatakan langkah itu terlalu sedikit dan sudah terlambat.

China Daily melaporkan pada hari Kamis bahwa penarikan RUU Ekstradisi Hong Kong itu merupakan tanda damai yang membuat para demonstran tidak memiliki alasan untuk melanjutkan kekerasan.

Pengumuman itu muncul setelah laporan Reuters pada hari Jumat dan Senin, mengungkapkan bahwa Beijing telah menggagalkan proposal Lam sebelumnya untuk menarik RUU dan bahwa dia telah mengatakan secara pribadi akan mengundurkan diri jika dia bisa, menurut rekaman audio yang diperoleh oleh Reuters.

Pemimpin yang didukung Beijing itu diperkirakan akan bertemu dengan media sebelum dia mengusulkan kunjungan ke Provinsi Guangxi, China, Kamis sore.

Ricuh terjadi di beberapa distrik pada Rabu malam setelah pengumuman Lam, yang terjadi setelah akhir pekan dari beberapa protes paling kejam dalam tiga bulan terakhir.

Pusat keuangan Asia itu telah diguncang oleh beberapa aksi kekerasan terburuk dalam beberapa dekade, dengan pengunjuk rasa membakar barikade dan melemparkan bom molotov yang dibalas polisi dengan meriam air, gas air mata dan pentungan.

RUU itu, yang memungkinkan orang-orang di kota itu dikirim ke China untuk diadili di pengadilan yang dikendalikan oleh Partai Komunis, dipandang sebagai contoh terbaru dari apa yang dilihat banyak orang sebagai kontrol yang semakin ketat oleh Beijing, meskipun ada janji otonomi.

Bekas koloni Inggris itu dikembalikan ke China pada tahun 1997 di bawah pemerintahan "satu negara, dua sistem" yang memberi kota lebih dari 7 juta orang lebih banyak kebebasan daripada kota-kota daratan, seperti peradilan yang independen.

China membantah ikut campur dalam urusan Hong Kong dan menuduh negara-negara Barat memicu protes.

 


Lebih dari 1.100 Orang Ditangkap

Demonstran berkumpul di Tsim Tsa Tsui Promenade untuk memprotes pengaruh China yang semakin besar terhadap Hong Kong (AFP Photo)

Lebih dari 1.100 orang telah ditangkap sejak kekerasan meningkat pada bulan Juni. Hong Kong kemudian menghadapi resesi pertamanya dalam satu dekade.

Sementara China mengecam keras kekerasan itu dan memperingatkan negara tersebut agar mengerahkan pasukan untuk memulihkan ketertiban. Beijing ingin memadamkan kerusuhan sebelum peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat Tiongkok pada 1 Oktober.

Lam, mengenakan blazer biru tua dan atasan merah muda, mengatakan dalam pesannya di televisi bahwa pemerintahannya akan menjangkau masyarakat untuk memulai dialog guna mengatasi ketidakpuasan dengan "prioritas utama sekarang adalah untuk mengakhiri kekerasan, untuk menjaga supremasi hukum dan untuk memulihkan ketertiban dan keamanan di masyarakat".


Detik-Detik Pencabutan RUU

Carrie Lam, kepala eksekutif Hong Kong terpilih (Kin Cheung/AP)

Pidato pencabutan tersebut disampaikan Lam setelah pertemuan tertutup dengan anggota parlemen pro-pemerintah pada Rabu 4 September 2019 malam.

RUU Ekstradisi yang digulirkan pemerintah Hong Kong telah memicu demonstrasi berkepanjangan hingga berujung kerusuhan. Untuk meredam protes, Pemimpin Hong Kong Carrie Lam akhirnya secara resmi mencabut RUU Ekstradisi itu.

"Pemerintah akan secara resmi mencabut RUU itu untuk sepenuhnya melenyapkan kekhawatiran publik," kata Lam seperti dilansir TIME.

Rancangan undang-undang ekstradisi memungkinkan orang yang melakukan kejahatan diekstradisi ke China daratan untuk menjalani pengadilan di bawah pengaruh Partai Komunis. RUU ini lahir setelah mencuatnya kasus pembunuhan warga Hong Kong yang terjadi di Taiwan, namun pelakunya tak bisa diadili sesuai hukum di Taiwan karena tak ada aturan ekstradisi.

Pencabutan sepenuhnya terhadap RUU Ekstradisi ini menjadi salah satu tuntutan utama demonstran yang sudah turun ke jalan selama 14 minggu. Mereka menolak RUU itu karena khawatir akan digunakan sebagai alat politik untuk menyingkirkan aktivis yang tidak pro terhadap China.

Sejak protes semakin meluas, tuntutan demonstran semakin banyak, termasuk penyelidikan independen tentang kebrutalan polisi yang dirasakan dan pemilihan langsung untuk para pemimpin kota.

"Saya menyadari bahwa ini mungkin tidak dapat mengatasi semua keluhan orang-orang," kata Lam.

Samson Yuen, asisten profesor ilmu politik di Universitas Lingnan Hong Kong, mengatakan, pencabutan RUU ini akan sedikit mengurangi kekerasan di jalanan, tetapi tidak akan membuat orang berhenti turun ke jalan.

Dalam jangka menengah, demonstrasi di Hong Kong kemungkinan akan berlanjut, dilihat dari tuntuan demonstran yang sudah terlanjur meluas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya