Rupiah Menguat Didukung Faktor Eksternal

Laporan meningkatnya sektor jasa China memberikan sentimen positif terhadap nilai tukar rupiah.

oleh Arthur Gideon diperbarui 05 Sep 2019, 11:35 WIB
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Kamis ini. Pasar merespons positif hasil survei Indeks Manajer Pembelian (PMI) China pada Agustus.

Mengutip Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), Kamis (5/9/2019), rupiah dipatok di angka 14.153 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.218 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Kurs Bloomberg, rupiah dibuka di angka 14.160 per dolar AS, stabil jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.159 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.142 per dolar AS hingga 14.165 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 1,56 persen.

Nilai tukar rupiah diprediksi masih menguat didukung faktor eksternal. "Dalam transaksi hari ini rupiah kemungkinan masih akan menguat karena fundamental eksternal masih mendukung," kata Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi dikutip dari Antara.

Laporan meningkatnya sektor jasa China memberikan sentimen positif terhadap nilai tukar rupiah pada Rabu kemarin.

Pasar merespons positif hasil survei Indeks Manajer Pembelian (PMI) China pada Agustus yang tercatat sebesar 52,1 poin, tertinggi dalam tiga bulan terakhir.

Menurut Ibrahim, aktivitas bisnis yang masih mampu membukukan ekspansi di tengah eskalasi perang dagang dengan AS memberi harapan pada pelaku pasar bahwa perekonomian China dan pasokan global masih memiliki peluang untuk tumbuh.

Sementara itu, perekonomian domestik yang masih tumbuh relatif stabil ditengah gejolak global, juga menjadi katalis positif bagi nilai tukar.

Ibrahim memprediksi rupiah pada hari ini akan bergerak di kisaran 14.145 per dolar AS hingga 14.200 per dolar AS.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


BI: Aliran Modal Asing Topang Penguatan Rupiah

Pekerja menunjukan mata uang Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (19/6/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sore ini Rabu (19/6) ditutup menguat sebesar Rp 14.269 per dolar AS atau menguat 56,0 poin (0,39 persen) dari penutupan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan, nilai tukar rupiah ke depan akan menguat seiring dengan tetap terjaganya aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, rupiah pada Agustus ini telah mengalami penguatan hampir 1 persen dibanding akhir tahun lalu.

"Rupiah sampai dengan 21 Agustus 2019 secara point to point menguat sebesar 0,98 persen dibandingkan level akhir tahun 2018," jelas dia di Gedung Bank Indonesia, pada Kamis 22 Agustus 2019. 

Ke depan, ia memandang, nilai tukar Rupiah tetap stabil sesuai dengan mekanisme pasar yang terjaga. Prakiraan ini ditopang prospek aliran masuk modal asing ke Indonesia yang tetap terjaga seiring ekonomi domestik yang tetap baik dan imbal hasil yang menarik, serta dampak positif kebijakan moneter longgar di negara maju.

"Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat pembiayaan domestik, Bank Indonesia terus mengakselerasi pendalaman pasar keuangan, baik di pasar uang maupun valas," ujar dia.

Sebagai catatan, rupiah pada Juli 2019 mengalami apresiasi 0,8 persen secara point to point dibandingkan dengan level akhir Juni 2019, dan 1,3 persen secara year on year (YoY) dibandingkan dengan level Juni 2019.

"Perkembangan ini ditopang berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan persepsi positif investor asing terhadap prospek ekonomi nasional dan daya tarik aset keuangan domestik yang tetap tinggi," sambung Perry.

Namun begitu, rupiah pada Agustus ini sempat mengalami depresiasi 1,6 persen secara point to point dan 1,4 persen secara rata-rata dibandingkan dengan Juli 2019. Perry menyebutkan, itu merupakan dampak dari kembali memanasnya atmosfir perang dagang (trade war) antara Amerika Serikat (AS) dan China.

"Sejalan pergerakan mata uang global, rupiah pada Agustus 2019 melemah dipengaruhi ketidakpastian pasar keuangan dunia akibat kembali meningkatnya ketegangan hubungan dagang antara AS dan Tiongkok," pungkas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya