Soal Brexit, Uni Eropa: Kami Belum Tahu Masa Depan Hubungan UE-RI

PM Inggris, Borris Johnson, memastikan bahwa Inggris akan keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober 2019.

oleh Afra Augesti diperbarui 05 Sep 2019, 17:27 WIB
Presiden Joko Widodo (kedua dari kiri) bersama Walikota London, Boris Johnson (ketiga dari kiri) dan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (berkaos hitam) berbincang di kawasan Bundaran HI Jakarta, Minggu (30/11/2014). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak terpilih menjadi perdana menteri Inggris, Boris Johnson terus memastikan upaya pemerintahannya untuk membawa Inggirs keluar dari Uni Eropa atau British Exit (Brexit). Ia bahkan sudah mengumumkan bahwa Brexit akan dilakukan pada akhir Oktober 2019.

Presiden Komisi Eropa, Ursula Ursula von der Leyen, memperingatkan bahwa kemenangan Johnson di Parlemen Inggris bisa memicu "masa-masa sulit" dalam negosiasi ulang Brexit.

Dalam sebuah pernyataan, von der Leyen juga memperingatkan akan ada "masa-masa sulit" antara Uni Eropa dan pemerintahan Johnson, menyusul janji mantan wali kota London ini untuk menegosiasikan kembali Brexit.

Di satu sisi, banyak negara-negara yang mempertanyakan tentang hubungan bilateral antara Inggris dengan Uni Eropa, Inggris dengan negara-negara lain di dunia, serta Uni Eropa dengan negara-negara mitra di dunia, pasca-Brexit.

Bagi Indonesia sendiri, hubungan kuat dengan Uni Eropa --salah satunya-- terjalin melalui Comprehensive Economic Partnership Agreement atau Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa (CEPA). Dalam kesepakatan ini, Inggris adalah promotor CEPA yang kuat bagi negara-negara ASEAN.

Lalu, apa yang akan terjadi pada antara Indoensia dan Uni Eropa apabila Inggris sudah keluar dari organisasi antarpemerintahan dan supranasional tersebut? Apakah Brexit mempengaruhi bilateral keduanya?

Charge d'affaires a.i. Uni Eropa untuk Indonesia, Charles Michel-Geurts, mengatakan pihaknya masih belum bisa menebak dampak yang ditimbulkan dari Brexit terhadap relasi Uni Eropa dan Indonesia. 

"Keputusan masih labil. Parameter tersebut sangat belum pasti, sehingga sulit untuk menggambarkan efeknya terhadap relasi antara Uni Eropa, Inggris dan Indonesia," ujar Michel-Geurts dalam jumpa pers di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2019). 

"Apa yang bisa saya katakan adalah tanpa adanya sebuah negara yang kini menjadi non-UE pun, kami masih bisa membangun kerja sama dengan negara-negara lain. Kami masih bisa kerja sama dengan Norwegia di bidang lingkungan, atau dengan Swiss di bidang ekonomi dan edukasi," lanjutnya.

Menurutnya, apa pun yang dilakukan Uni Eropa untuk CEPA, maka akan berguna juga bagi Inggris, sebab negara ini adalah promotor kuat dari CEPA. "Untuk persoalan ini, saya masih belum bisa menerawang apa yang akan terjadi, karena sekali lagi, situasinya masih belum stabil."


Uni Eropa Tak Akan Setuju Ubah Kesepakatan Brexit

Warga mengambil gambar mural seorang pria yang tengah menghancurkan salah satu dari 12 bintang kuning bendera Uni Eropa di dinding kawasan Dover, Inggris, Senin (8/5). Mural karya seniman jalanan Banksy itu berjudul 'Brexit'. (DANIEL LEAL-OLIVAS/AFP)

Beberapa menit sebelum kemenangan Boris Johnson diumumkan oleh Partai Konservatif, wakil ketua Komisi Eropa Frans Timmermans --yang akan menjabat posisi sama di bawah Ursula von der Leyen-- menegaskan Uni Eropa tidak akan setuju untuk mengubah kesepakatan Brexit.

"Britania Raya mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa, dan Uni Eropa akan tetap berpegang pada perjanjian itu," kata Timmermans kepada wartawan pada konferensi pers di Brussels.

"Ini adalah kesepakatan terbaik," tambahnya.

Kesepakatan Brexit disegel setelah berbulan-bulan negosiasi yang sulit antara London dan Brussels, di mana terjadi penolakan tiga kali oleh Parlemen Inggris, sehingga mendorong Theresa May mengundurkan diri.

Uni Eropa sedang bersiap-siap untuk Brexit tanpa kesepakatan, atau penundaan lain untuk kepergian Inggris, di tengah janji Johnson untuk menindaklanjuti janji kampanyenya.

"Brexit tanpa kesepakatan, Brexit yang keras, akan menjadi tragedi untuk semua pihak, bukan hanya untuk Inggris," kata Timmermans. "Kita semua akan menderita jika itu terjadi."


Dubes Owen Jenkins Pastikan Hubungan RI-Inggris Tak Terdampak Brexit

Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste, Owen Jenkins, ketika memberikan keterangan pers kepada awak media di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Rabu (14/8/2019). (Liputan6.com/Hugo Dimas Adi Prasetya)

Sementara itu, Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins, menegaskan bahwa Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, sudah 'ketuk palu' soal Brexit.

"Perdana Menteri kami sudah menyatakan seratus persen (soal Brexit), dan akan terjadi pada akhir Oktober tahun ini," kata Dubes Owen ketika memberikan keterangan pers di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Rabu, 14 Agustus 2019.

Mengenai hubungan antara Indonesia dan Inggris, eks Perwakilan Khusus Perdana Menteri untuk Afghanistan dan Pakistan ini menyebut bahwa tidak akan ada perubahan dramatis yang berdampak pada bilateral kedua negara, pasca-Brexit.

"Pasti akan ada kesempatan besar dari Brexit. Kami akan tetap melanjutkan apa yang sudah biasa kami lakukan. Memang, prosesnya (Brexit) tidak gampang. Namun, pasca-Brexit, kedua negara tetap bisa mencapai relasi yang disesuaikan dengan apa yang diinginkan oleh mereka," imbuh dia.

Ada sejumlah area kerja sama di mana Inggris ingin membangun relasi yang lain dengan Indonesia. Melalui Brexit, kedua negara diharapkan bisa saling menyesuaikan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya