6 Titik Panas Berpotensi Kebakaran Hutan Terpantau di Ibu Kota Baru

Masyarakat Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimanta Timur, perlu mewaspadai risiko kebakaran hutan dan lahan.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Sep 2019, 15:00 WIB
Asap mengepul dari sejumlah titik api yang membakar hutan di wilayah Kalimantan Timur, Selasa (27/10). Kabut asap yang menyelimuti Kalimantan mulai berkurang dikarenakan beberapa wilayah sumber asap telah turun hujan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Penajam Paser -L Masyarakat Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimanta Timur, perlu mewaspadai risiko kebakaran hutan dan lahan. Pasalnya 6 titik panas atau 'hotspot' terdeteksi di wilayah calon ibu kota baru Indonesia tersebut.

Kepala Ex-Officio Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Penajam Paser Utara, Tohar, dikutip laman Antara, Kamis (5/9/2019) mengatakan, berdasarkan informasi, musim kering atau kemarau akan berlangsung hingga Oktober 2019.

Hingga saat ini terdapat 6 titik panas terpantau di wilayah Penajam Paser Utara berisiko terjadi kebakaran hutan dan lahan, titik panas yang terdeteksi tersebut tersebar di Kecamatan Penajam, Waru, Babulu dan Sepaku.

BPBD Kabupaten Penajam Paser Utara mencatat hingga Agustus 2019, terjadi 23 kasus kebakaran lahan di daerah itu dengan luasan yang terdampak mencapai 65 hektare.

Dengan demikian tindakan pencegahan atau antisipasi terhadap kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Penajam Paser Utara. tegas Tohar, sangat penting dilakukan secara serentak.

"Camat, lurah, kepala desa hingga Ketua RT diminta untuk melakukan sosialisasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat," katanya.

Tohar yang juga Sekretaris Kabupaten Penajam Paser Utara tersebut menimpali lagi, camat, lurah, kepala desa dan ketua RT menjadi garda terdepan untuk mengantisipasi risiko kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya masing-masing.

Seluruh pejabat kewilayahan mulai camat, lurah, kepala desa hingga ketua RT lanjut didiinstruksikan memberikan sosialisasi kepada masyarakat melalui berbagai media, termasuk di kantor kewilayahan dan tempat-tempat ibadah.

"Ada dua esensi yang perlu ditindaklanjuti, yakni upaya antisipasi dan tindakan penanganan bencana yang dilakukan secara bersama-sama," jelas Tohar.

Masyarakat dan perusahaan diminta ikut menjaga lingkungan dengan tidak melakukan pembakaran lahan apalagi tanpa pengawasan, sebab dampaknya cukup luas termasuk merusak ekosistem hewan di sekitar.

Setiap perusahaan diminta jangan hanya melindungi wilayahnya saja, tetapi juga harus berpartisipasi membantu melindungi masyarakat sekitar saat terjadi bencana.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya