Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan mengubah sanksi pajak menjadi lebih ringan. Saat ini, denda pajak atas kekurangan bayar pembetulan SPT Tahunan dan SPT Masa adalah 2 persen per bulan sejak kurang bayar.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan menyebutkan aturan tersebut akan dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Ekonomi.
"Sekarang sanksinya adalah membayar 2 persen per bulan, maksimal 24 bulan, sehingga mencapai 48 persen," kata dia, di kantornya, Kamis (5/9).
Baca Juga
Advertisement
Dia menjelaskan skema sanksi diperbarui dengan penghitungan akhir dari beban sanksi rata-rata 1 persen.
Denda pajak baru akan menerapkan formula yang merupakan tingkat bunga acuan ditambah 5 persen kemudian dibagi 12 untuk sanksi per bulan. Dengan formula ini, sanksi per bulan akan menjadi kurang dari 1 persen.
"5 persen di sini sebagai penalti karena sifat administratifnya. Ada kemungkinan suku bunga kita menggunakan SBN, berapa, sekitar 6 persen sehingga dengan kemungkinan sanksi per bulan 6 persen + 5 persen untuk 12 sehingga tidak mencapai 1 persen," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Sri Mulyani Siapkan Strategi Khusus Genjot Pajak 2020
Pemerintah Jokowi-JK menargetkan penerimaan perpajakan pada 2020 sebesar Rp 1.861,8 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Bersamaan dengan angka tersebut, rasio perpajakan atau tax ratio ditargetkan sebesar 11,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya telah menyiapkan strategi khusus untuk mencapai target tersebut. Salah satunya, Kemenkeu akan semakin meminimalisir angka selisih antara jumlah potensi pajak yang dapat dipungut dengan jumlah realisasi penerimaan pajak atau tax gap yang dilakukan baik melalui administrasi maupun regulasi.
"Upaya pencapaian tax ratio sebesar 11,5 persen dalam RAPBN tahun 2020 dilakukan melalui penurunan tax gap, baik dari sisi administrasi maupun regulasi," ujar Sri Mulyani di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Dari sisi administrasi, dalam hal ini untuk peningkatan kepatuhan pajak, pemerintah tetap akan memperhitungkan kondisi perekonomian global. Dengan demikian, diharapkan daya saing ekonomi maupun investasi nasional bisa tetap terjaga sehingga nantinya akan meningkatkan kepatuhan pajak sukarela.
"Untuk mendukung tercapainya tax ratio yang optimal, dibutuhkan basis kepatuhan pajak yang sifatnya voluntary compliance, sehingga dapat menghasilkan penerimaan pajak yang berkelanjutan," jelas Sri Mulyani.
Advertisement
Pengawasan Disempurnakan
Selain mendorong tingkat kepatuhan pajak sukarela, pemerintah juga akan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak melalui rangkaian aktivitas pengawasan yang terus disempurnakan dan penegakan hukum yang berkeadilan.
"Pelaksanaan enforced compliance tersebut dilakukan dengan berlandaskan data yang valid dan penggunaan teknologi informasi serta tata kelola yang memadai," tandasnya.