Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Presiden (Perpres) terkait kendaraan listrik yang ditandatangani Joko Widodo atau Jokowi menjadi tanda Indonesia sedang berada dalam masa transisi menuju era kendaraan listrik. Masa-masa transisi ini pun terlihat dengan diadakannya Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2019 yang berlangsung di Balai Kartini, Jakarta.
Dari semua kendaraan listrik yang dipamerkan, tak dapat dipungkiri komponen yang berperan penting di semua kendaraan listrik adalah baterai. Evvy Kartini selaku Chief Scientist Batan (Badan Tenaga Nuklir Indonesia) mengungkapkan biaya baterai berada di kisaran 25-40 persen dari total kendaraan listrik.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Evvy, baterai yang cocok untuk kendaraan listrik berjenis Lithium, dengan alasan energy density terbesar dibanding baterai jenis lain. Selain itu, baterai Lithium memiliki umur lebih panjang dan juga bobot yang ringan dibanding SLA (Sealed Lead Acid).
Ternyata, baterai Lithium pun terbagi menjadi beberapa jenis tergantung komposisinya. Hal tersebut berpengaruh terhadap kemampuan baterai Lithium. Setidaknya ada 3 jenis baterai Lithium yang digunakan untuk mobil listrik, yaitu NCA, NMC, dan LFP. Apa saja perbedaannya?
"Setiap baterai (Lithium) ada perbedaan, yang popular adalah NCA yang dipakai oleh Tesla. Kenapa? Pertama dia punya kapasitas yang besar, dibanding NMC dan juga LFP. Dia (NCA) voltasenya lebih besar yaitu 3,7 volt per sel. Kalau LFP 3,2 volt, " ungkap Evvy di Balai Kartini, (5/9).
Baterai NCA sendiri komposisinya adalah Nickel, Cobalt, dan Aluminum. Pada baterai jenis NCA, material Nickel mendominasi dibanding material lainnya. NMC komposisinya adalah Nickel, Manganese, dan Cobalt. Sedangkan komposisi LFP adalah Lithium, Iron, dan Phosphate.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kelebihan Masing-Masing Lithium
Menurut Evvy, setiap pabrikan memilih jenis baterai yang digunakan sesuai dengan kebutuhan. Contohnya Tesla, Tesla memilih untuk mengembangkan dan menggunakan NCA di mobilnya, karena dia memiliki spesifikasi baterai yang paling tinggi. "Misalkan kalau pakai NCA di mobil hanya butuh 100 sel baterai, kalau pakai LFP jadinya butuh 200 baterai," ucap Evvy.
Sedangkan NMC memiliki karakter penyimpanan energi yang bagus, dan juga energy density yang tinggi, di atas LFP, namun di bawah NCA. Tesla menggunakan NMC di unit Tesla Powerwall atau stasiun pengecasannya.
Sedangkan baterai LFP memiliki energy density di bawah NCA dan NMC, namun baterai jenis ini dinilai lebih aman karena suhu saat digunakan lebih dingin. " Phosphate itu kan pendingin, bahan ramah lingkungan tapi pendingin. Kalau Nickel itu kan bahan panas karena metal," sambung Evvy.
Hal senada diungkapkan oleh Muhammad Nizam dari UNS (Universitas Sebelas Maret). " Untuk kendaraan listrik di Indonesia saya lebih memilih LFP, karena di Indonesia ini sangat sensitif terhadap suhu. Contoh kendaraan listrik yang sudah pakai LFP di Indonesia adalah bus BYD dan MAB," pungkas Nizam.
Advertisement