Di Revisi UU, KPK Harus Hentikan Kasus yang Mangkrak Setahun

DPR sepakat melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 06 Sep 2019, 07:14 WIB
ilustrasi KPK

Liputan6.com, Jakarta - DPR sepakat melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam draf revisi, ada pengaturan ketentuan Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau SP3 sebuah kasus. Dan nantinya, KPK harus menghentikan penyidikan kasus yang mangkrak satu tahun.

Hal tersebut tertuang dalam draf revisi UU KPK Pasal 40 ayat 1, yang berbunyi: Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 tahun.

Kemudian, ayat 2: Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat 1 minggu terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan.

Ayat 3: Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus diumumkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi kepada publik.

Ayat 4: Penghentian penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dicabut oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 40 UU KPK saat ini hanya berbunyi "Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi".

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa menyebut, sebagai negara hukum sepantasnya diberikan kepastian hukum kepada warga negara.

"Dalam negara hukum harus ada SP3 karena ini bicara tentang kepastian hukum. Kalau ada pesan ini melemahkan, kan dalam negara hukum harus ada kepastian hukum, kecuali Indonesia UU kita tidak bicara tentang negara hukum," jelas Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/8/2019).

Lebih lanjut Desmond menyebut, terkait pengaturan SP3 dalam UU KPK juga berdasarkan KUHAP. Dalam hukum acara pidana itu diatur tentang penghentian kasus.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Kasus yang Mangkrak

Massa gabungan dari beberapa organisasi menggelar aksi damai terkait pemilihan calon pimpinan KPK di Jakarta, Kamis (5/9/2019). Massa menuntut Presiden Joko Widodo memilih pimpinan KPK yang bersih dan jujur karena banyaknya polemik seputar Capim KPK. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

KPK memang memiliki beberapa kasus yang mangkrak. Sejak diumumkan nama tersangka, namun tersangka tersebut belum juga ditahan oleh tim penyidik, sebut saja kasus mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino (RJ Lino).

RJ Lino dijerat sebagai tersangka pada 18 Desember 2015. Penetapan tersangka tersebut diawali sengan surat perintah penyidikan (sprindik) yang ditandatangani pimpinan KPK tertanggal 15 Desember 2015.

RJ Lino dijerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) alias mesin derek besar kontainer pada 2010.

Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung perusahaan asal Tiongkok, PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd., dalam pengadaan tiga alat berat tersebut.

Sejak dijerat sebagai tersangka, RJ Lino belum juga ditahan penyidik KPK. Bahkan sempat tersiar kabar bahwa RJ Lino kerap bepergian ke luar negeri. Lino juga pernah menantang KPK untuk segera menyelesaikan kasusnya.

Tak hanya kasus RJ Lino, kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan juga kemungkinan akan dihentikan jika RUU itu disahkan. Sebab, KPK menjerat Wawan sebagai tersangka TPPU sejak 2014. Hingga kini kasus tersebut belum naik ke meja hijau.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya