Kuartet Penyerang Timnas Indonesia Cuma Bagus di Babak Pertama

Timnas Indonesia menghancurkan Malaysia pada laga perdana Kualifikasi Piala Dunia 2022. Siapa saja pemain yang jadi sosok kunci?

oleh Ario Yosia diperbarui 06 Sep 2019, 12:30 WIB
Penyerang Timnas Indonesia, Alberto Goncalves berselebrasi bareng Andik Vermansah usai membobol gawang Malaysia dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2022 yang dihelat di SUGBK, Jakarta, Kamis (5/9/2019). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Jakarta - Pelatih Timnas Indonesia, Simon McMenemy menyajikan kejutan dengan memasukkan nama pemain belia, Saddil Ramdani, saat bersua Malaysia di laga perdana Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Kamis (5/9/2019) malam WIB.

Bermain dengan skema 4-2-3-1, Saddil yang selama ini jadi andalan Timnas Indonesia U-23 berduet dengan Andik Vermansah di dua sisi melebar ofensif.

Di sisi lain, Simon menempatkan Alberto "Beto" Goncalves sebagai ujung tombak tunggal, dibayangi Stefano Lilipaly sebagai penyerang lubang.

Kombinasi ofensif yang melibatkan empat pemain sukses menghancurkan lini pertahanan Malaysia Memanfaatkan sistem bertahan blok tinggi, pemain bertahan Tim Harimau Malaya dibuat kelipungan menghadapi empat penyerang cepat.

Kehadiran Saddil membuat lini sayap Tim Merah-Putih lebih agresif. Ia menyumbang assist cantik ke Beto, yang membuka keran gol Timnas Indonesia.

Andik Vermansah bermain tak kalah ciamik. Ia penyumbang assist gol kedua Beto yang jadi sosok menakutkan bagi kubu lawan sepanjang laga. 

Sayang kinerja memesona keempat pemain hanya bertahan selama 45 menit saja. Memasuki paruh kedua permainan mereka tak berkembang. Terutama saat Malaysia bermain lebih menyerang untuk mengejar skor.

Skor akhir 2-3 terasa mengecewakan bagi anak-anak Timnas Indonesia yang tampil bagus di awal laga.


Kombinasi Beto dan Lilipaly

Pemain Timnas Indonesia, Stefano Lilipaly (kanan) bersama Alberto Goncalves merayakan gol ke gawang Timor Leste pada laga penyisihan grup B Piala AFF 2018 di Stadion GBK, Jakarta, Selasa (13/11). Indonesia unggul 3-1. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Alberto Goncalves kembali menujukkan kapasitasnya sebagai mesin gol andalan Timnas Indonesia. Semenjak jadi bagian Tim Merah-Putih asuhan Luis Milla di Asian Games, striker Brasil berusia 34 tahun itu konsisten mencetak gol-gol penting bagi timnas.

Saat menghadapi Malaysia, Beto bermain dinamis. Ia tidak statis berada di tengah. Bomber kelahiran 31 Desember 1980 itu, seringkali bergerak ke sisi melebar kanan dan kiri untuk memecah konsentrasi bek-bek Malaysia.

Saat Beto bermain melebar, Stefano Lilipaly selalu siap sedia menutup posisi kosong yang ditinggalkan koleganya.

Sejak jadi bagian Timnas Indonesia di Piala AFF 2016, pemain yang satu ini selalu dimaksimalkan memainkan banyak peran. Ia selalu tampil sama bagus sebagai gelandang serang, sayap, penyerang bunglon.

Lilipaly bisa sedikit tenang untuk naik karena duo gelandang tengah, Zulfiandi dan Evan Dimas, bermain solid melapis pertananan.

Sayang memasuki babak kedua, Beto dan Lilipaly jarang mendapat pasokan bola sehingga mereka mati kutu.

 


Dua Sayap Ganas

Gelandang Timnas Indonesia, Saddil Ramdani, mengontrol bola saat melawan Thailand pada laga PSSI 88th U-19 di Stadion Pakansari, Jawa Barat, Minggu (23/9/2018). Kedua negara bermain imbang 2-2. (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Mobilitas duet sayap, Andik Vermansah-Saddil Ramdani, membuat permainan menyerang Timnas Indonesia lebih variatif pada paruh pertama laga. 

Keduanya jadi sosok yang berani memegang bola dan kemudian melakukan aksi dribel untuk menusuk ke jantung pertahanan Malaysia. Pasokan bola-bola silang yang mereka geber kerapkali menghadirkan kepanikan di poros belakang Harimau Malaya.

Peran keduanya pun amat krusial saat melakukan permainan menyerang kombinasi dengan Beto dan Stefano.  Andik dan Saddil seperti tahu benar menempatkan bola daerah buat Beto serta Stefano.

Permainan keduanya lebih hidup karena lini pertahanan Malaysia banyak memunculkan area kosong. Jarak antarbek terlalu renggang. Ditambah lagi bek-bek Malaysia lemah di kecepatan.

Sadar Andik atau Saddil amat berbahaya, memasuki babak kedua Malaysia membatasi ruang gerak kedua pemain. Mereka tak dibiarkan sering menguasai bola. Strategi itu efektif mengurangi daya ledak Timnas Indonesia

 

 


Transisi Bertahan Menyerang yang Baik

Bek Timnas Indonesia, Hansamu Yama, mengamati rekannya saat melawan Thailand pada laga Piala AFF 2018 di Stadion Rajamangala, Bangkok, Sabtu (17/11). Thailand menang 4-2 dari Indonesia. (Bola.com/M. Iqbal Ichsan)

Permainan ofensif Timnas Indonesia bisa berjalan mulus karena bantuan lini belakang yang bermain taktis, terutama saat transisi bertahan ke menyerang.

Empat bek timnas, Yustinus Pae, Manahati Lestusen, Hamsamu Yama, Riky Fajrin, tak pernah lama memegang bola. Demikian pula sang penjaga gawang, Andritany Ardiyasa.

Timnas Indonesia bermain lebih direct (langsung), mengandalkan umpan-umpan jarak jauh sepertiga lapangan area Malaysia. Sistem permainan ini menyulitkan Malaysia mematikan pergerakan pemain Tim Garuda di area sektor tengah.

Dua gelandang tengah, Evan Dimas dan Zulfiandi bisa dibilang jarang menguasai bola. Sepanjang 45 menit pertama keduanya lebih berperan menutup ruang pertananan dari lini kedua.

Sayang pada babak kedua barisan lini belakang gagal menjaga konsistensi permainan. Tekanan tiada henti yang dilakukan Malaysia, membuat ketenangan para bek terganggu. Seperti halnya Malaysia pada babak pertama, bek-bek Timnas Indonesia sering menciptakan lubang karena sistem permainan cenderung renggang. Jarak antarbek terlalu jauh, memudahkan kubu lawan menggeber permainan kombinasi.

Sumber: Bola.com

(Penulis: Ario Yosia, published 6/9/2019)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya