Liputan6.com, Jakarta - Polisi telah menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka kasus provokasi dan hoaks dalam kerusuhan Papua.
Perempuan kelahiran Medan, 14 Juni 1988 itu dianggap telah melakukan provokasi di media sosial Twitter miliknya mengenai kasus yang terjadi di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, pada 17 Agustus 2019.
Advertisement
"Saat gelar perkara, ada keyakinan penyidik, beberapa cuitannya mengandung unsur provokasi," kata Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan di Mapolda Jatim, 4 September 2019.
Menurut dia, Veronica Koman punya andil besar dalam penyebaran isu hoaks. Luki juga menyatakan, tersangka terbilang cukup aktif menyebarkan berita tentang hal-hal yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Bahkan membuat provokasi dari dalam maupun luar negeri untuk menyebarkan hoaks dan juga provokasi.
"Kami memiliki bukti percakapan dari cuitan di media sosialnya soal hoaks kejadian di asrama Papua pada 17 Agustus lalu," jelasnya.
Padahal, saat kejadian tersebut, Veronica tidak ada di tempat. Namun, dia justru sangat cepat menyebarkan isu mengenai adanya kekerasan melalui Twitter.
Selain banyaknya cuitan itu, Veronica menggandakan pemberitaan soal kejadian di asrama Mahasiswa Papua. Dia bahkan mengundang beberapa media asing. Luki membeberkan, saat ini Veronica sedang berada di luar negeri. Karena itu, Tim Polda Jatim menggandeng Mabes Polri, Imigrasi, dan Interpol untuk bisa menangkapnya.
Terkait masalah yang kini menjeratnya, siapakah sebenarnya sosok Veronica Koman?
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dikenal Aktif di Media Sosial
Veronika Koman merupakan seorang yang aktif di media sosial Twitter, dengan memiliki nama akun @VeronicaKoman. Cuitan di akun inilah yang membuat Veronica ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus kerusuhan di Papua.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, Veronica Koman memang memprovokasi melalui akun media sosial Twitter pribadinya.
"Narasi-narasinya, sebagai contoh narasinya yang dibunyikan ada korban pemuda Papua yang terbunuh, yang tertembak, kemudian ada konten-konten yang bersifat provokatif, ya. Untuk mengajak, merdeka dan lain sebaginya itu. Itu sudah dilacak dari awal," kata Dedi di Mabes Polri, Rabu, 4 September 2019.
Dedi membeberkan, status-status itu ditulis Veronica Koman saat berada di Jakarta dan luar negeri.
"Ada juga tulisan momen polisi mulai tembak ke dalam asrama Papua. Total 23 tembakan termasuk gas air mata. Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung, di suruh keluar ke lautan massa. Semua kalimat postingan menggunakan Bahasa Inggris,"tutur Irjen Pol Luki Hermawan.
"Ada beberapa jejak digital yang masih didalami, masih ada yang didalami di Jakarta dan beberapa yang memang ada di luar negeri. itu masih didalami laboratorium digital forensik," tambahnya.
Advertisement
Menjadi Aktivis Hukum
Veronica Koman menempuh pendidikan di kampus swasta ternama di Jakarta dan meraih gelar sarjana hukum. Perempuan yang akrab disapa Vero ini memang dikenal aktif dalam dunia aktivis. Salah satunya dalam isu-isu terkait Papua dan para pengungsi dari Timur Tengah.
Sebagai aktivis hukum, Veronica pernah ikut membela Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang saat itu tersandung kasus penistaan agama.
Dia menolak Ahok dipidana saat itu. Bersama pendukung lainnya, Veronica menuntut Ahok untuk dibebaskan. Dalam aksi ini, dia menyebut pemerintahan Jokowi lebih parah dibandingkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Atas tindakan tersebut, pada Mei 2017 Veronica dilaporkan ke polisi. Sebenarnya pernyataan tersebut diungkapkan untuk mengkritisi pasal yang dikenakan kepada Ahok, sehingga divonis 2 tahun penjara. Menurut Veronica, pasal yang digunakan adalah pasal karet.
Kedua, sebagai aktivis membela Papua. Veronica Koman seringkali menjadi advokat untuk mendampingi aktivis Papua saat berurusan dengan penegak hukum.
Pengacara HAM
Selain menjadi aktivis, Vero juga tercatat sebagai pengacara publik di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Dia bekerja sebagai pengacara yang mengadvokasi isu minoritas dan kelompok rentan, pencari suaka hingga aktivis Papua.
Salah satunya memberi bantuan hukum kepada para pencari suaka dari Afghanistan dan Iran yang terdampar di Indonesia.
Veronica membantu mereka agar mendapat status pengungsi sesuai dengan hukum pengungsi internasional di UNHCR (komisioner tinggi PBB untuk pengungsi).
Di luar itu, Veronica juga tak jarang memberikan bantuan hukum kepada kaum miskin yang buta hukum dengan cuma-cuma.
(Desti Gusrina)
Advertisement