Kabut Asap Masuk Rumah, Warga Susah Bernapas

Kabut asap hasil Karhutla yang menyelimuti Pekanbaru kian pekat sehingga masuk rumah dan membuat warga susah bernapas.

oleh M Syukur diperbarui 06 Sep 2019, 22:00 WIB
Petugas berjibaku memadamkan kebakaran lahan agar tak menimbulkan bencana kabut asap. (Liputan6.com/Dok BPBD Riau/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru- Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) belum mau beranjak dari Kota Pekanbaru meski hujan mulai turun di berbagai daerah yang ada titik apinya. Sejumlah warga mulai tak tahan dengan kondisi ini karena berimbas pada kondisi tubuhnya.

Seperti yang diungkapkan Yelda Wati. Akibat kabut asap ini, ibu rumah tangga sekaligus karyawan swasta ini mengaku kesehatannya memburuk karena menghirup udara tidak sehat.

"Tenggorokan ini makin lama makin sakit karena menghirup udara berkabut asap," katanya, Jumat (6/9/2019).

Dia menjelaskan, kabut asap mulai masuk ke rumah. Kondisi ini sudah berlangsung beberapa hari, tapi lama kelamaan disertai bau tidak sedap seperti kertas terpanggang.

"Suarapun lama-lama hilang, entah sampai kapan kabut asap ini bertahan di Pekanbaru," kata Yelda.

Warga lainnya, Rizky juga menyebut kabut asap di Pekanbaru makin parah tiap harinya. Jarak pandang di jalanan juga memburuk dan membuat mata perih ketika berkendara.

"Saya rasa jarak pandangnya tak lebih dari satu kilometer saja, hari sebelumnya tidak separah ini," sebut pengusaha kue Cubit Pukis ini.

Pria 27 tahun menjelaskan, kabut asap juga mulai masuk ke rumahnya di kawasan Tampan, Pekanbaru. Ketika bangun pagi, dia menghirup bau tak sedap yang awalnya dikira ada tetangga membakar sampah.

"Pas buka jendela, ternyata kabut asap hasil kebakaran lahan. Ini sudah mengkhawatirkan, jangan sampai pula pemerintah menyebut belum mengkhawatirkan," terang Rizky.

Karena kabut asap ini, Rizky beraktivitas di luar memakai masker. Dia takut kondisi badannya tak bertahan kalau setiap hari harus menghirup udara tidak sehat.

Simak juga video pilihan berikut ini:


Riau Masih Membara

Proses water boombing dari helikopter untuk memadamkan Karhutla agar tidak menyebabkan bencana kabut asap. (Liputan6.com/Dok BPBD Riau/M Syukur)

Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika stasiun di Pekanbaru menyatakan jarak pandang di berbagai daerah berpotensi menurun. Hal ini diakibatkan kekaburan udara karena partikel kering seperi asap.

Menurut Kasi Data dan Informasi BMKG Pekanbaru, Marzuki, ada empat wilayah di Riau diselimuti kabut asap dan jarak pandangnya memburuk. Selain Pekanbaru, wilayah lainnya adalah Kota Dumai, Rengat dan Pelalawan.

"Untuk cuaca sendiri, dari pagi hingga malam diprakirakan cerah hingga berawan. Potensi hujan ringan ada pada dini hari Sabtu, 7 September 2019, di sebagai wilayah Kabupaten Rokan Hilir dan Siak," jelas Marzuki.

Berdasarkan pantauan satelit yang digunakan BMKG, Pulau Sumatra terdapat ratusan titik panas indikasi kebakaran lahan. Ada dua provinsi terpantau ratusan titik panas, yaitu Riau 123 titik panas dan Jambi 116 titik.

"Sumatra Selatan terpantau 72 titik panas, kemudian Bangka Belitung 31 titik, Lampung 14, Sumatra Barat 8, Kepulauan Riau 6, Bengkulu 3 dan Sumatra Utara 1 titik," kata Marzuki.

Untuk 123 titik panas di Riau, Marzuki menyebut tersebar di 8 kabupaten. Paling banyak di Indragiri Hilir 40 titik, Pelalawan dan Indragiri Hulu masing-masing 34 dan Kepulauan Meranti 8 titik.

"Berikutnya Kuantan Singingi 2, kemudian Bengkalis dan Kampar, masing-masing 1 titik. Dari ratusan titik panas itu, yang dipercaya sebagai titik api ada 87 titik dengan level kepercayaan di atas 70 persen," jelas Marzuki.

Titik api itu terpantau di Indragiri Hilir 27 titik, Pelalawan dan Indragiri Hulu, masing-masing 25 titik, Kepulauan Meranti 8 titik serta Rokan Hilir 2 titik.

Berdasarkan analisa parameter cuaca, 50 persen wilayah Riau berada pada zona merah atau berkategori sangat mudah terbakar. Kemudian 20 persen lagi berkategori mudah terbakar dan sisanya aman hingga tidak mudah terbakar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya