Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyebut akan terus menjaga cadangan devisa Indonesia di level yang aman. Namun, kenaikan cadangan devisa menjadi USD 126,4 miliar dinilai masih tidak terlalu besar.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menyebut sumber kenaikan cadangan devisa adalah capital inflow dan musim pembayaran bunga. Inflow Agustus disebut sedang tersendat, sementara musim pembayaran bunga sudah lewat.
Baca Juga
Advertisement
"Jadi memang kemarin naiknya juga enggak besar banget karena juga memang kita lihat sumbernya. Itu kan sumbernya dari inflow. Dari portfolio di Agustus agak tersendat, kemudian yang kedua devisa naik karena musim pembayaran bunga itu sudah lewat, biasanya dia sekitar bulan Juni-Juli," ujar Destry pada Jumat (6/8/2019) di Museum Bank Indonesia, Jakarta Barat.
Destry berkata BI sedang memantau volatilitas yang terjadi di dunia yang masih penuh ketidakpastian. Ke depan, capital inflow diperkirakan akan tetap masuk meski tidak sederas enam bulan pertama.
BI juga mewaspadai pengaruh fenomena flight-to-quality yang mana investor gencar memilih aset yang aman. Investor besar juga semakin terpikat dengan indeks saham China yang kini menjadi pemain global.
Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) pada 18 September juga turut diperhatikan menyangkut naik atau turunnya suku bunga.
"Jadi memang misalnya di ekonomi Amerika adjust, kita enggak tahu minggu depan suku bunga turun atau enggak, biasanya kalau sesuai ekspektasi market kan positif," kata Destry.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Cadangan Devisa Turun Dorong Pelemahan Rupiah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Jumat ini. Cadangan devisa yang turun menjadi sentimen penekan rupiah.
Mengutip Bloomberg, Jumat (14/6/2019), rupiah dibuka di angka 14.279 per dolar AS, menguat tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.280 per dolar AS. Namun pada siang ini, rupiah melemah ke 14.302 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.279 per dolar AS hingga 14.302 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih menguat 0,60 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.304 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.270 per dolar AS.
Analis Monex Investindo Futures Dini Nurhadi Yasyi mengatakan, sentimen negatif bagi rupiah yaitu terkait cadangan devisa yang anjlok dan dari sisi pergerakan rupiah sendiri masih akan cenderung terkoreksi setelah penguatan tajam waktu awal perdagangan setelah Lebaran.
"Karena sebenarnya rupiah masih berpotensi menguat karena dari sisi dolar, ekspektasi pemangkasan tingkat suku bunga The Fed masih kuat," ujar Dini dikutip dari Antara.
Menurut Dini, pelemahan rupiah hari ini juga kemungkinan karena sentimen "risk appetite" pasar agak berkurang karena pasar masih mengantisipasi hubungan dagang antara Amerika dan China. Pada pertemuan G20 tanggal 28-29 Juni 2019 nanti diperkirakan akan terbentuk kesepakatan.
"Cuma yang dikhawatirkan adalah ancaman Trump yang menyebutkan kalau China tidak menyetujui kesepakatan, maka dia bakal berlakukan kenaikan tarif impor baru. Bahkan Amerika mau menaikkan tarif impor untuk seluruh barang dari China," kata Dini.
Advertisement