Romo Magnis: Toleransi di Indonesia Masih Bagus

Romo Magnis mengatakan, di Indonesia toleransi masih sangat baik antarumat beragama maupun suku.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 08 Sep 2019, 04:10 WIB
Franz Magnis Suseno. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Rohaniawan Katolik sekaligus budayawan Romo Franz Magnis Suseno menjadi salah satu pembicara pada acara 1000 Abrahamic Circles Project dengan tema "Let’s Talk About Hate: Dedocing Interfaith Voice" yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).

Romo Magnis mengatakan, di Indonesia toleransi masih sangat baik antarumat beragama maupun suku.

"Toleransi di Indonesia masih bagus, perlu saling menghormati, saling menerima, hakiki dengan multikulturalisme itu, hormat berarti saling menghargai, saling menghargai berarti punya empati dan simpati," katanya di Gedung CCM, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019).

Meski demikian, Romo Magnis mengakui saat ini masih ada prilaku oknum beragama yang saling membenci saat menjalankan agama masing-masing.

"Apalagi indoensia multikultural. Tentu ada juga yang (berolpikiran) sempit, tapi saya kira semakin banyak menyadari agama tidak boleh menakutkan. Agama mesti menjadi rahmatan lilamain," ucapnya.

Ia mengatakan, dalam agama mana pun diajarkan untuk menghilangkan kebencian. "Tuhan menuntut mengatasi perbedaan, kebencian. Tuhan menghendaki saling menghormati. Kebencian tidak perlu di antara agama, mari kita bangun kepositifan," katanya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Tak Ada Ajaran Ujaran Kebencian

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah (PPPM) Sunanto alias Cak Nanto meyakini bahwa semua agama yang tak ada yang mengajarkan umatnya untuk melakukan ujaran kebencian.

"Saya yakin agama manapun tidak mengajarkan ujaran kebencian, kalau jika ada mungkin karena ada kepentingan kekuasaan dunia saja," kata.

Karena banyaknya ustaz karbitan alias ustad media sosial, Cak Nanto menyebut saat ini banyak anak-anak muda yang tak lagi menjadikan ustaz sesungguhnya sebagai panutan atau suri tauladan.

"Di media sosial saat ini agama dan panutan (Ustadz) tak lagi jadi guru dalam keadaan sehari-hari, tapi berubah google," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya