Liputan6.com, Pekanbaru - Tujuh provinsi di Pulau Sumatra membara karena kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Ribuan titik panas sebagai indikasi terjadinya kebakaran lahan terpantau satelit yang selalu digunakan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Pekanbaru.
Dari tujuh daerah itu, ada tiga provinsi yang dikepung ratusan titik panas indikasi Karhutla. Paling banyak ada di Jambi dengan 504 titik panas, Sumatra Selatan 332 titik, dan Riau 289 titik panas.
Baca Juga
Advertisement
"Secara keseluruhan, terdeteksi 1.278 titik panas di Pulau Sumatra," kata staf BMKG Pekanbaru, Gita Dewi Siregar, Senin pagi, 9 September 2019.
Selain tiga daerah tersebut, 66 titik panas juga terpantau di Bangka Belitung, 70 titik panas di Lampung, 14 titik panas di Kepulauan Riau, dan Sumatra Barat tiga titik.
Khusus untuk 289 titik panas di Riau, sebut Dewi, tersebar di sembilan kabupaten dan kota. Paling banyak ada di Indragiri Hilir dengan 185 titik panas, berikutnya Pelalawan 57 titik dan Indragiri Hulu 31 titik.
"Berikutnya di Kepulauan Meranti dan Kampar, masing-masing dua titik serta Kota Dumai, Kuantan Singingi, dan Rokan Hilir, masing-masing satu titik," jelas Dewi.
Dari ratusan titik panas itu, yang dipercaya sebagai titik api atau telah terjadi Karhutla dengan level kepercayaan di atas 70 persen ada 182 titik. Titik api ini tersebar di enam kabupaten, paling banyak di Indragiri Hilir 117 titik.
"Berikutnya Pelalawan 38 titik, Indragiri Hulu 17 titik, Bengkalis dua titik dan Rokan Hulu serta Rokan Hilir masing-masing satu titik," ucap Dewi.
Kualitas Udara Memburuk
Dewi menjelaskan, jarak pandang di empat daerah terpengaruh karena diselimuti kabut asap hasil kebakaran lahan. Misalnya, di Pekanbaru hanya dua kilometer dan Indragiri Hulu tiga kilometer.
"Sementara di Kota Dumai dan Pelalawan juga diselimuti kabut asap dengan jarak pandang hanya tiga kilometer," ucap Dewi.
Menurut Dewi, kabut asap di Pekanbaru merupakan kiriman dari berbagai kabupaten di Riau yang mengalami kebakaran lahan. Beda halnya dengan Pelalawan, Indragiri Hulu ataupun Kota Dumai yang daerahnya terjadi kebakaran lahan.
Selain jarak pandang, kualitas udara karena kabut asap juga sudah tidak sehat bagi kesehatan. Berdasarkan pengukur kualitas udara atau PM10 dari BMKG, udara di Pekanbaru sudah berada di angka 238,84 ugram/m3 atas tidak sehat.
Kondisi ini sudah berlangsung beberapa hari. Sejumlah warga mulai mengeluh karena kondisi tubuhnya memburuk karena menghirup udara diselimuti kabut asap.
"Sudah jadi ikan salai (ikan asap) kita ini karena kabut asap," kata warga Pekanbaru, Abdul Hadi.
Akibat kabut asap ini, dua anaknya jatuh sakit karena menderita infeksi saluran pernapasan akut. Kejadian ini seolah mengulang peristiwa tahun 2015, di mana kala itu Riau dilanda bencana kabut asap.
"Tahun ini dua anak saya terserang ISPA karena kabut asap. Tahun 2015, anak saya masih satu, kena ISPA juga saat itu," kata Hadi.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement