Kisah Minggu Mencekam di Kota Ambon 8 Tahun Lalu

Kerusuhan pecah di Kota Ambon, Maluku, Minggu 11 September 2011. Sejumlah kendaraan dibakar massa yang anarkis.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 11 Sep 2019, 07:21 WIB
(Ilustrasi)

Liputan6.com, Jakarta - Minggu 11 September 2011 menjadi hari kelam di Ambon. Kerusuhan pecah di sejumlah titik kota dan menjadikan kota berjuluk Ambon Manise ini mencekam. Sejumlah kendaraan dibakar massa. Polisi pun terpaksa mengeluarkan tembakan peringatan untuk membubarkan aksi massa yang anarkis.

Kerusuhan diduga akibat ketidakpuasan warga terhadap polisi dalam menangani kasus terbunuhnya warga bernama Darfin. Lelaki yang berprofesi sebagai tukang ojek tersebut ditikam hingga tewas saat mengantar penumpang di kawasan Gunung Nona.

Amuk massa terjadi sesaat setelah mereka memakamkan Darfin. Massa yang emosi menghentikan dan melempari kendaraan yang melintas di kawasan Waehaong.

Kapolres Pulau Ambon Ajun Komisaris Besar Polisi Joko Susilo tak mampu menenangkan massa.

Polisi akhirnya mengeluarkan tembakan peringatan. Namun, massa tetap tidak mau bubar. Mereka justru bergerombol di sejumlah titik antara lain Mardika dan Batu Merah. 

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Polisi Anton Bachrul Alam menyatakan, 7 orang tewas dan 65 orang terluka akibat lemparan batu dan tembakan dalam kerusuhan tersebut. 

"Bareskrim Polri telah mengirimkan tim penyidik ke Kota Ambon untuk membantu Polda Maluku mengusut tuntas kasus tersebut," ujar Anton di Jakarta pada 13 September 2011.

Tim itu juga akan melakukan pengejaran terhadap pengirim SMS, yang isinya memprovokasi warga Kota Ambon hingga memicu kerusuhan itu.

Anton pun membeber kerusuhan bermula dari kecelakaan tunggal yang dialami tukang ojek bernama Darkin Saimen. Darkin mengendarai sepeda motor dari arah stasiun TVRI Gunung Nona menuju pos Benteng.

"Yang bersangkutan hilang kendali dan menabrak pohon gadihu. Ia kemudian menabrak rumah seorang warga di sana bersama Okto," papar Anton.

Nyawa Darkin tak tertolong. Dia meninggal di tempat. Hal inilah yang menimbulkan dugaan ia sebenarnya dibunuh, bukan karena kecelakaan.

"Diisukan dibunuh. Padahal, dia mengalami kecelakaan. Hasil autopsi dari dokter di sana bilang, dia kecelakaan murni. Berdasarkan keterangan saksi dan hasil otopsi, semua tidak ada tanda-tanda kekerasan. Itu kecelakaan murni," tutur Anton.

Kerusuhan akibat kematian pria tersebut, kata Anton, terjadi antara dua kelompok. Mereka saling melempar batu dan merusak sejumlah fasilitas.

Tak butuh waktu lama, dua hari usai kerusuhan situasi di lokasi kerusuhan berangsur normal. Perkantoran di Kota Ambon telah memulai aktivitasnya, meski belum semua pegawainya masuk kantor. Namun, pertokoan masih banyak yang tutup.

Sebaliknya, aktivitas di pasar-pasar tradisional, seperti di Pasar Batu Gaja dan Batu Merah, sudah berjalan normal.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Derita Siswa

Selain korban tewas dan luka, kerusuhan di Ambon membawa dampak buruk pada siswa sekolah. Seperti yang dialami Dede. Siswa kelas dua SMP Negeri 2 Ambon kala itu hanya bisa termangun melihat rumahnya yang telah berubah menjadi puing akibat terbakar dalam kerusuhan.

Dede berharap bisa menemukan seragam sekolah dan buku pelajarannya agar ia dapat terus bersekolah. Namun buku-bukunya telah hangus. Seragam yang ia cari pun hanya tinggal gantungan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya