Sejarah PB Djarum, Klub yang Melahirkan 2 Juara Olimpiade

Resmi berdiri sejak 1974, PB Djarum melahirkan atlet yang mengharumkan Indonesia.

oleh Harley Ikhsan diperbarui 09 Sep 2019, 19:20 WIB
PB Djarum. (dok. PB Djarum)

Liputan6.com, Jakarta - PB Djarum merupakan salah satu klub bulu tangkis terbesar di Indonesia. Resmi berdiri sejak 1974, klub ini rutin menyumbang atlet yang mengharumkan nama bangsa.

Capaian paling membanggakan terjadi pada 1992 dan 2016. Alan Budikusuma mempersembahkan medali emas Olimpiade nomor tunggal putra. Di final dia mengalahkan rekan sekub Ardy B Wiranata.

Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir mengulang capaian tersebut 14 tahun berselang. Sama-sama besar di PB Djarum, mereka menyumbang medali emas ketujuh Indonesia di Olimpiade

Selain Olimpiade, atlet asal PB Djarum juga berprestasi ajang paling bergengsi All England. Beberapa nama yang sukses juara lebih dari satu kali adalah Liem Swie King (3), Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (3), Haryanto Arbi (2), Rudy Gunawan (2), hingga Kevin Sanjaya (2).

Liliyana Natsir (4 kali), Tontowi Ahmad (2), Haryanto Arbi (2), dan Sigit Budiarto juga memenangkan Kejuaraan Dunia. 

Atlet PB Djarum turut bersinar pada secara kolektif. Catatan paling mentereng terjadi kala Indonesia memenangkan Piala Thomas 1984. Ketika itu tujuh dari delapan anggota tim merupakan anggota PB Djarum.


Berawal dari Kudus

Legenda bulutangkis Indonesia, Lim Swie King (tengah), menyemangati salah seorang peserta Audisi Djarum Bulutangkis 2015 di GOR Djarum, Kudus, Kamis (3/9/2015). (Bola.com/Arief Bagus)

PB Djarum bermula dari kecintaan Budi Hartono (CEO PT Djarum) kepada bulu tangkis, serta tingginya minat karyawan terhadap olahraga itu. Maka mulai 1969, tempat karyawan melinting rokok di Jalan Bitingan Lama (sekarang Jalan Lukmonohadi), Kudus, digunakan sebagai tempat berlatih pada sore hari.

Dari situ lahir Liem Swie King yang menorehkan prestasi. Capaian Liem Swie King memperkuat keinginan Budi Hartono mengembangkan komunitas bulu tangkis di Kudus.

Setelah mendirikan klub di Kudus, Djarum lalu meresmikan klub di kota lain yakni Semarang (1976), Jakarta (1985), dan Surabaya (1986). Sampai akhirnya klub di Kudus dan Jakarta bergabung pada 1990 menjadi PB Djarum.


Polemik KPAI

Kini regenerasi atlet PB Djarum, sebagai salah satu klub penyumbang atlet ke pelatnas, terancam terhambat setelah memutuskan menghentikan audisi umum beasiswa bulu tangkis pada 2020. 

Djarum Foundation selaku organisasi induk mengambil langkah itu usai polemik dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang menuduh PB Djarum mengeksploitasi anak untuk mempromosikan produk rokok.

"Kami sudah menjelaskan dan banyak bukti kalau PB Djarum itu bukan produk tembakau. Tahun lalu kami dapat penghargaan sebagai Institusi Olahraga of the Year dari Menpora. Itu bukti nyata kami bukan produk rokok," ujar Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya