Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menyulap fasilitas pencarian minyak dan gas (migas) anjungan lepas pantai yang sudah tidak beroperasi menjadi keramba pengembangbiakan ikan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah memiliki kewajiban membersihkan anjungan lepas pantai yang sudah tidak beroperasi menghasilkan migas. Hal ini untuk menghindari tertabrak kapal yang melintas di lokasi tersebut.
Baca Juga
Advertisement
"Anjungan kan sebenarnya kewajiban pemerintah untuk bersihkan. Kalau enggak bersihkan itu bisa nanti nabrak," kata Luhut, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin (9/9/2019).
Luhut menyebut saat ini hampir 100 anjungan lepas pantai yang sudah tidak beroperasi, pemerintah pun mencari cara agar anjungan tersebut masih bisa dimanfaatkan, salah satunya dengan menyulap menjadi keramba ikan.
"Ya itu tadi lagi diomongin. Ternyata ada beberapa yang bisa digunakan untuk keramba ikan," ujarnya.
Saat ini pemerintah sedang mencari payung hukum, untuk menyulap anjungan migas lepas pantai menjadi keramba ikan, selain itu juga sedang dicarikan skema pendanaanya dan memungkinkan bagi investor.
"Siapa aja yg mau. Misal kamu mau bikin keramba kamu bisa pakai daerah itu. Ini kita cari aturannya, belum final," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Proyek Migas Laut Dalam Ada di Tangan Menteri ESDM Baru
Kontrak proyek pengembangan minyak dan gas (migas) laut dalam atau Indonesian Deep Water Development (IDD) akan berakhir pada 2027. Namun sejauh ini belum ada keputusan mengenai siapa yang bakal menjadi operator berikutnya.
Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan, keputusan operator proyek IDD setelah kontrak Chevron habis pada 2027 berada di tangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berikutnya atau di tangan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) periode II.
"Tergantung habis Oktober nanti siapa menterinya,"kata Fatar, saat menghadiri IPA Convex 2019, di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (4/9/2019).
Satu yang pasti dari proyek tersebut adalah penerapan bagi hasil migas dengan sistem gross split. Menurutnya, penerapan skema bagi hasil tersebut akan berlanjut meski kontrak telah habis.
"Mekanismenya tetap gross split karena sekarang banyak investor melihat gross split cukup menarik," tuturnya.
Tekait dengan perkembangan proyek IDD, Fatar menyebut nilai investasi IDD mengalami penurunan, dari USD 11 miliar menjadi USD 6 miliar. Hal ini disebabkan perubahan desain sumur yang dipindahkan ke perairan dangkal.
"Kalau investasinya USD 6 miliar, sudah turun, kita ganti desainnya. Kalau dulu ada dua (desain) sekarang ditaruh di flow water jadi sumurnya kita tarik ke shell water platform," jelas Fatar.
Fatar mengungkapkan, dampakdari perubahan desain tersebut akan menurunkan sedikit produksi gas. "So far ngak signifikan, turun sih," tandasnya.
Advertisement
Pemerintah RI Finalisasi Proyek Migas Laut Dalam dengan Chevron
Pemerintah Indonesia melakukan finalisasi pengembangan proyek minyak dan gas (migas) laut dalam Indonesia (Indonesia Deepwater Development/IDD) dengan Chevron. Pembicaraan mengenai finalisasi tersebut dilakukan di Kantor Pusat Chevron, Houston Amerika Serikat (AS), pada Jumat (24/5/2019).
Finalisasi pengembangan Proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) dilakukan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Dalam pertemuan tersebut, Jonan didampingi Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Amerika Serikat Mahendra Siregar.
Selain itu juga hadir Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sukandar, Konsul Jenderal RI di Houston Nana Yuliana, dan Staf Khusus Menteri ESDM Eddi Hariyadhi.
Proyek yang terdiri atas lapangan gas pada wilayah kerja eksplorasi Rapak dan Ganal di Selat Makassar ini, telah dilakukan pembahasan mengenai keekonomian sejak 2008. Namun pembahasannya sempat terhenti beberapa kali.
Proyek Indonesia Deepwater Development merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menjadi fokus pemerintah untuk dapat segera diwujudkan. Oleh karenanya, pembahasan lanjutan antara Wakil Negara RI dan manajemen tertinggi Chevron ini perlu dilakukan untuk dapat memastikan penanganan proyek IDD sesuai harapan tersebut.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkapkan pentingnya pertemuan tersebut untuk mempercepat berjalannya proyek Indonesia Deepwater Development.
"Pemerintah ingin proyek Indonesia Deepwater Development bisa dipercepat, dan bisa memberikan keekonomian yang terbaik bagi negara dan juga investor, demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, " tandasnya.