Liputan6.com, Jakarta - Kematian akibat bunuh diri rupanya lebih banyak terjadi pada orang usia muda. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rentang usia muda yakni usia 10-24 tahun.
Menurut dokter spesialis kejiwaan Dian Pitawati, rentang usia muda tersebut masih dalam kategori usia produktif, terutama usia anak-anak.
Advertisement
"Bunuh diri ini menjadi penyebab kematian nomor dua di dunia yang lebih banyak terjadi pada usia 10-24 tahun. Dalam usia ini masih berkaitan dengan pola asuh orangtua. Misalnya, kurang memberikan pujian dan apresiasi pada anak," papar melalui siaran Live Streaming Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, ditulis Selasa (10/9/2019).
"Efeknya, anak merasa tidak berguna karena orangtua tidak memberikan penghargaan. Selain itu, pola asuh yang mana orangtua suka membanding-bandingkan anak. Ini sangat melukai perasaan anak."
Padahal, usia mereka termasuk kategori produktif dan bisa mencapai prestasi. Ketika tidak ada apresiasi, mereka cenderung putus asa karena tidak memenuhi target capaian keberhasilan. Alasan tersebut bisa memicu keinginan tindak bunuh diri.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Laki-laki Lebih Banyak Bunuh Diri
"Laki-laki lebih banyak yang bunuh diri dipengaruhi sifat laki-laki yang memilih diam menerima beban hidup. Permasalahan ditanggung sendiri. Beda dengan perempuan. Kalau perempuan kan lebih ekspresif," lanjut Dian yang berpraktik di RSUP Fatmawati Jakarta.
"Perempuan terbuka menyampaikan segala keluh kesah, entah depresi yang bisa berujung tindak bunuh diri."
Perbedaan yang menonjol juga berkaitan dengan metode bunuh diri. Laki-laki itu 'lebih berani' misalnya menggunakan senjata api. Kalau perempuan mungkin menyilet atau menusuk.
Advertisement
Faktor Pemicu dan Tanda Bunuh Diri
Faktor pemicu seseorang melakukan percobaan bunuh diri pun berhubungan dengan ekonomi yang sulit, tidak punya pekerjaan, tidak menikah, dan kekuranagn dukungan sosial dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, kita perlu melihat tanda-tanda bunuh diri pada seseorang.
"Tanda-tanda bunuh diri, contohnya, sahabat kita mengalami perubahan mood. Kadang dia sedih, menangis, mudah marah sampai mengungkapkan ide keinginan melakukan bunuh diri.
"Bisa juga dia menulis surat yang kental dengan rasa putus asa. Bahkan tanda yang jelas kalau dia sudah membawa-bawa pisau. Itu harus diperhatikan teman. Harus ada pendamping yang memberikan dia bantuan (untuk mencegah bunuh diri)," terang Dian.
Di sisi lain, keluarga dan teman terdekat di lingkungan sekitar orang termasuk orang yang memberikan bantuan pertama kali. Dampingi dan mengajak orang yang bersangkutan konsultasi ke tenaga kesehatan.
"Supaya dia mendapatkan penanganan. Bisa juga memanfatkan layanan hotline juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri," Dian melanjutkan.