Kemlu Gandeng Pulse Lab PBB Bikin Aplikasi Pemantau Berita Anti-Hoaks

Dalam rangka menangkal hoaks dan disinformasi, Kementerian Luar Negeri RI akan menggandeng PBB untuk merancang aplikasi pemantau berita dan informasi.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 10 Sep 2019, 17:35 WIB
Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri RI. (Liputan6.com / Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam rangka menangkal hoaks dan disinformasi, Kementerian Luar Negeri RI akan menggandeng PBB untuk merancang aplikasi pemantau berita dan informasi.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, pada sela-sela agenda Regional Conference on Digital Diplomacy di Jakarta, Selasa (10/9/2019), di mana agenda tersebut menjadi ajang bagi Kemlu untuk teken resmi dan memulai penjajakan awal dengan Pulse Lab, UN Global Pulse Initiative.

"Kemlu sepakat membuat aplikasi pemantau (monitoring) berita dan informasi dari perwakilan republik Indonesia di seluruh dunia," kata Retno yang telah menjelaskan bahwa inisiatif tersebut merupakan bentuk strategi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi digitalisasi diplomasi RI.

Melengkapi, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik menjelaskan bahwa aplikasi yang nantinya akan digunakan bagi kalangan internal diplomat Kemlu itu diharapkan mampu meningkatkan efektivitas diplomasi Indonesia.

Termasuk, ujar Cecep, untuk menangkal informasi palsu atau hoaks.

"Pulse Lab itu institusi di bawah Program Pembangunan PBB (UNDP), di mana mereka memiliki teknologi digitalisasi big data," papar Cecep.

"Kita punya big data dari luar, tapi untuk kalangan internal, belum terintegrasi optimal, sehingga belum selaras satu sama lain."

Aplikasi itu, jelas Cecep, bermanfaat bagi petugas diplomatik RI di luar negeri dalam melakukan berbagai tugas-tugas diplomasi mereka, termasuk, perlindungan WNI.

"Misalnya ada suatu krisis di satu negara, kita kan tahu dari internet dan media. Tapi kita tidak tahu apa yang sudah dilakukan kementerian. Nanti dengan aplikasi ini, bisa keliatan instan. Harapannya ke arah sana," ujarnya.

"Pada penjajakan ke depan, kita harus libatkan kementerian dan lembaga yang terkait untuk desain tambahan lainnya," tutup Cecep.

Tentang UN Global Pulse Initiative

Global Pulse adalah inisiatif inovasi andalan Sekretaris Jenderal PBB tentang big data. Visinya adalah masa depan di mana Big Data dimanfaatkan dengan aman dan bertanggungjawab sebagai barang publik. Misinya adalah untuk mempercepat penemuan, pengembangan dan adopsi skala besar dari inovasi big data untuk pembangunan berkelanjutan dan aksi kemanusiaan.

Inisiatif ini didirikan berdasarkan pengakuan bahwa data digital menawarkan kesempatan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perubahan kesejahteraan manusia, dan untuk mendapatkan umpan balik waktu nyata tentang seberapa baik respons kebijakan bekerja.

Untuk tujuan ini, Global Pulse bekerja untuk mempromosikan kesadaran akan peluang big data hadir untuk pembangunan berkelanjutan dan aksi kemanusiaan, menjalin kemitraan berbagi data publik-swasta, menghasilkan alat analisis dan pendekatan berdampak tinggi melalui jaringan Pulse Lab, dan mendorong luas adopsi inovasi yang bermanfaat di seluruh Sistem PBB.

Simak video pilihan berikut:


Diplomasi Digital Alat untuk Melawan Ekstremisme hingga Terorisme

Menlu Retno Marsudi memberi keterangan usai pertemuan bilateral dengan Menlu Afghanistan Salahuddin Rabbani di Kantor Kemenlu, Jakarta, Jumat (15/3). Pertemuan membahas dukungan Indonesia atas proses perdamaian di Afghanistan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi internet dan digital dalam diplomasi, sebagai alat untuk melawan ancaman kekerasan berbasis kebencian, ekstremisme hingga terorisme yang merebak.

Hal itu disampaikan oleh Menlu RI saat membuka secara resmi Regional Conference on Digital Diplomacy (RCDD) bertajuk 'Digital Diplomacy: Challenges and Opportunities' di Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Perhelatan itu dihadiri oleh perwakilan selevel menteri dan diplomat top dari 10 negara ASEAN dan 6 negara lain, seperti Australia, China, Selandia Baru, India, Korea Selatan, dan Jepang.

"Teknologi internet dan alat media baru harus dimanfaatkan dalam melawan ancaman kekerasan berbasis ekstremisme di internet," kata Retno.

Baca selengkapnya...

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya