Liputan6.com, Teheran - Seorang wanita Iran nekat bakar diri gara-gara ditolak masuk ke stadion sepak bola di Teheran. Ia dilaporkan meninggal akibat aksinya yang berujung luka bakar parah, demikian kata organisasi hak asasi manusia Amnesty International pada Selasa 10 September 2019.
Sahar Khodayari yang berusia 29 tahun menghadapi tuduhan "tampil di depan umum tanpa hijab" ketika dia mencoba memasuki stadion, "berpakaian seperti seorang pria" pada bulan Maret, menurut Amnesty.
Advertisement
"Dia tak diperbolehkan masuk stadion ketika penyamarannya sebagai laki-laku diketahui oleh penjaga keamanan," kata Amnesty dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari CNN, Rabu (11/9/2019).
Sahar kemudian ditangkap dan sempat dipenjara. Ia menjalani masa persidangannya yang sempat tertunda di pengadilan ibu kota Iran, Teheran pekan lalu.
Merasa tak terima dengan peradilan untuknya terkait kasus yang dialaminya, Sahar kemudian menuangkan bensin ke tubuhnya dan menyalakan api, lalu membakar diri. Dia dinyatakan meninggal pada Senin 9 September, akibat luka bakar yang dideritanya hampir 90 persen.
Larangan Wanita ke Stadion Olahraga Sejak Revolusi Islam 1979
Larangan Iran terhadap wanita yang menghadiri stadion olahraga diberlakukan tak lama setelah Revolusi Islam 1979.
Amnesty dan Human Rights Watch (HRW), keduanya telah meminta badan sepak bola dunia FIFA untuk mengakhiri larangan itu.
"Penangkapan tragis, pemenjaraan, dan upaya bunuh diri Sahar menggarisbawahi perlunya Iran untuk mengakhiri larangannya pada wanita yang menghadiri pertandingan olahraga - dan urgensi untuk mengatur badan-badan seperti FIFA untuk menegakkan aturan hak asasi manusianya sendiri," kata HRW dalam sebuah pernyataan di hadapan berita kematiannya.
Menurut keterangan HRW dari laporan saudara perempuan Sahar kepada outlet berita Iran Rokna dalam wawancara sebelumnya, Sahar dilaporkan menderita gangguan bipolar. Mendekam di balik jeruji besi ternyata telah memperburuk kondisinya.
Kelompok advokasi perempuan yang berpusat di Iran @OpenStadiums, berduka atas kematian Sahar.
"Jika penghinaan, penahanan, dan penjara tidak cukup bagi #FIFA untuk mengambil tindakan sekarang, salah satu dari kami membakar dirinya untuk menunjukkan wanita Iran juga ingin menonton sepakbola," tulis kelompok itu di Twitter, Selasa 10 September.
Sahar Dijuluki Gadis Biru
Sejak itu ia dijuluki Blue Girl alias "Gadis Biru" di media sosial, diambil dari warna tim sepak bola Iran favoritnya, Esteghlal.
Dalam sebuah pernyataan, FIFA mengatakan: "Kami menyadari tragedi itu dan sangat menyesalinya. FIFA menyampaikan belasungkawa kami kepada keluarga dan teman-teman Sahar dan mengulangi seruan kami pada otoritas Iran, untuk memastikan kebebasan dan keamanan setiap wanita yang terlibat dalam hal ini, pertarungan yang sah untuk mengakhiri larangan stadion untuk wanita di Iran. "
Pada bulan Juni, FIFA mengirim surat kepada Federasi Sepak Bola Iran yang meminta batas waktu yang memungkinkan perempuan untuk dapat membeli tiket untuk kualifikasi Piala Dunia, Reuters melaporkan.
Menanggapi hal itu, Deputy Minister of Sport and Youth for Developing Women Sports and Managing Director of the Girls' Physical Education, Mahin Farhadi-Zad, mengatakan negara itu tidak memiliki tenggat waktu spesifik tetapi sedang mengerjakan "infrastruktur yang diperlukan" untuk memungkinkan perempuan memasuki stadion, kata kantor berita milik negara, IRNA pada bulan Juli.
Advertisement
Jadi Sorotan
Sejauh ini pemerintah Iran belum memberikan komentar terkait kematian Sahar Khodayari.
Ketika reaksi atas kematiannya jadi sorotan dunia maya, klub Italia AS Roma mentweet dukungannya untuk Sahar Khodayari.
"#ASRoma berwarna kuning & merah, tetapi hari ini hati kami 'berdarah' biru untuk Sahar Khodayari," twit klub tersebut.
"Permainan yang indah ini dimaksudkan untuk menyatukan kita, bukan memecah belah kita - itu sebabnya kita mengatur @ASRoma_Persian tahun lalu. Sekarang saatnya bagi semua orang di Iran untuk diizinkan menikmati pertandingan sepak bola bersama. RIP #BlueGirl."
Suporter Wanita Pernah Diizinkan Masuk Stadion
Pada gelaran Piala Dunia 2018 lalu, sejarah tercipta. Pemerintah Iran untuk pertama kalinya sejak 38 tahun yang lalu memperbolehkan kaum Hawa untuk menonton sepak bola di stadion. Momen itu terjadi saat pertandingan Iran melawan Spanyol, 21 Juni.
Warga Iran, baik laki-laki maupun perempuan, berkumpul di Stadion Azadi untuk menggelar nonton bersama pertandingan tersebut. Banyak dari mereka langsung mengeluarkan ponsel untuk merekam momen bersejarah tersebut. Meski Iran harus kalah 0-1 dari Spanyol, paling tidak hak perempuan untuk bisa menonton bola secara langsung di negara tersebut mulai diakui lagi.
Kekalahan tipis Iran dari Spanyol tampak sepertinya tak jadi masalah bagi para wanita yang merayakan udara segar dari belenggu larangan menonton pertandingan olahraga di tempat umum sejak 1979.
Dewan Provinsi Teheran konon membuat keputusan di menit-menit akhir pada 20 Juni pagi waktu setempat, yang mengizinkan wanita di Iran menyaksikan pertandingan tim nasional mereka di stadion terbesar di negara tersebut. Hal itu kemudian disambut dengan gegap gempita di stadion dan jalanan.
Sebuah kelompok wanita Iran yang telah mengadvokasi hak untuk memasuki stadion olahraga selama bertahun-tahun, Open Stadiums, juga menyambut baik keputusan tersebut. Anggota mereka datang ke Stadion Azadi pukul 22.30 waktu setempat, dan diperkenankan masuk sesaat sebelum sepak bola dimulai.
Menurut Amnesty International, Iran adalah satu-satunya negara di dunia yang menghentikan dan menghukum perempuan yang ingin memasuki stadion sepak bola.
Advertisement