Ada Ancaman Resesi Ekonomi, Pemindahan Ibu Kota Harus Dikaji Ulang

Pemindahan ibu kota ke Kalimantan diusulkan untuk dikaji ulang

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Sep 2019, 15:00 WIB
Maket Ibu Kota Baru Indonesia di Kalimantan Timur. (dok Kementerian PUPR)

Liputan6.com, Jakarta Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, saat ini global sedang menghadapi ancaman resesi. Fakta ini harus menjadi pertimbangan Pemerintah untuk mengkaji lagi rencana pemindahan ibu kota.

"Sekarang isunya 2020 kita menghadapi resesi global," ujar dia, di Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Sejumlah negara, lanjut dia, bahkan sudah terkena imbas turunnya kinerja perekonomian global. Negara-negara tersebut, seperti Jepang, Turki, dan Argentina.

"Jepang sudah resesi. Turki sudah resesi. Argentina dua kali nggak bisa bayar hutang. 2020 Amerika Serikat banyak yang memprediksi akan terjadi resesi pertumbuhan ekonominya selama beberapa bulan terus turun," jelas dia.

Di tengah ancaman tersebut, dia menilai, langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah menjaga dan memperkuat struktur ekonomi nasional. Dengan demikian Indonesia dapat menghadapi turunnya ekonomi global dan ancaman resesi.

"Kita maksa pindah ibu kota. Kita harus tanya, Pak Rp 466 triliun. Kasih itu kredit usaha buat UMKM-UMKM karena kalau terjadi krisis ekonomi seperti tahun 1998, yang menjadi penopang itu adalah UMKM," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Ini Rincian Skema Biaya Pembangunan Ibu Kota Baru

Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, pemerintah saat ini masih terus mengkaji wilayah yang layak untuk menjadi ibu kota baru pengganti Jakarta. (Liputan6.com/JohanTallo)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas memaparkan detil dan rincian skema pembiayaan pembangunan ibu kota baru.

Deputi Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Prawiradinata menyatakan ada 3 skema yang diterapkan, yaitu penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), skema KPBU dan partisipasi swasta.

"Sumber terbanyak untuk pembiayaan ibu kota baru ialah dari KPBU," ujarnya dalam acara 55th ISOCARP World Planning Congress 2019 - Relocating the National Capital di Jakarta, Selasa (10/09/2019).

Untuk rinciannya, sebanyak 19,2 persen dana berasal dari APBN atau sekitar Rp 89,4 triliun. Dana ini akan digunakan untuk membangun infrastruktur dasar, istana negara, gedung TNI dan Polri, perumahan ASN, TNI dan Polri, pembebasan lahan, lahan hijau terbuka dan markas TNI.

Kemudian, 54,4 persen dana akan berasal dari skema KPBU, atau sekitar Rp 253,4 triliun. Dana ini bakal dialokasikan untuk pembangunan gedung eksekutif, legislatif, yudikatif (seperti gedung DPR, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial dan lainnya), infrastruktur yang tidak tertutup dana APBN, sarana kesehatan dan pendidikan, museum serta fasilitas pendukung.

 


Peran Swasta

Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta lantaran Pulau Jawa dinilai sudah terlalu padat penduduk. (Liputan6.com/JohanTallo)

Kemudian sisanya, 26,4 persen berasal dari swasta, kira-kira Rp 123,2 triliun. Dana ini akan digunakan untuk membangun perumahan umum, sains-techno park, jalan tol, bandara, pelabuhan, mall dan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). Namun demikian. skema pembiayaan tersebut belum fix dan masih bisa diperdalam lagi kajiannya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya