Liputan6.com, Pekanbaru - Pukulan gendang diringi gong dan tambur tiba-tiba berhenti ketika pria berbalut baju putih muncul bersama tujuh pengiring perempuannya. Langkahnya memasuki lapangan diiringi hentakan gendang menuju Bulian atau rumah-rumahan persegi empat.
Dua pengiring, satu di kanan dan satu di kiri, serentak duduk meletakkan wadah berisi kemenyan, bunga, dan sesajian lainnya ketika sampai di Bulian.
Baca Juga
Advertisement
Tangan mereka melambai ke kanan dan kiri, lalu berhenti ketika pria disebut Kumentan berilmu supranatural ini menyilangkan tangan ke bahu.
Tangan Kumentan lalu melambai ke kanan dan ke kiri sebagai tanda dimulainya Rentak Bulian. Sejenak, dua perempuan pengiring mengusapkan sesuatu di dua tangan Kumentan. Asap kemenyan membumbung ke udara sebagai pemanggil roh leluhur.
Puncak tarian Rentak Bulian ditandai ketika Kumentan tak sadarkan diri. Kakinya bergerak sendiri mengikuti alunan gendang diiringi seruling mengelilingi tujuh penari perempuan yang membuat formasi seperti segi tiga.
Sesaat, Kumentan tadi masuk lagi ke Bulian mengambil mayang atau bunga buah pinang. Di bawah kendali roh yang memasukinya dirinya, Kumentan tadi mengupas mayang lalu mengibasnya ke tanah.
Sembari membawa mayang, Kumentan kembali mengelilingi sejumlah penari pengiring. Seorang penari terlihat setia mengikuti setiap geraknya sebagai pengontrol karena Kumentan tak sadarkan diri.
Ritual memanggil roh ini berhenti ketika Kumentan duduk lagi di Bulian. Duduknya Kumentan sebagai tanda roh leluhur sudah meninggalkan badannya. Dia pun berdiri diikuti tujuh pengiring sambil berpegangan di pinggang meninggalkan lokasi.
Rentak Bulian merupakan tarian daerah berunsur mistis dan berasal dari Suku Talang Mamak, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Hingga kini, tarian itu masih dijaga masyarakat Talang Mamak yang tersebar di berbagai desa di kabupaten itu.
Roh Pengobat Penyakit
Menurut Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Indragiri Hulu, Gilung, sejatinya Rentak Bulian diadakan untuk mengobati orang sakit. Masyarakat Talang Mamak biasanya menyebut ritual berobat kampung.
Pemimpin tari atau Kumentan bukanlah orang sembarangan. Dia harus punya garis keturunan dengan leluhur untuk memudahkan memanggil roh ketika tarian berlangsung.
Rentak secara bahasa berarti hentakan, sementara Bulian atau rumah-rumahan tempat roh leluhur datang. Tarian ini biasanya berlangsung hingga tiga puluh menit.
"Tarian Rentak Bulian sebagai puncak pengobatannya, kalau total pengobatan bisa saja dua hari," kata Gilung dihubungi dari Pekanbaru.
Gilung menjelaskan, pengiring Kumentan tak harus tujuh orang. Jumlah itu tergantung berat atau tidaknya sakit yang diderita warga yang akan diobati. Makin parah sakitnya, jumlah pengiring bisa lebih banyak.
"Syarat utamanya harus perempuan, tidak boleh laki-laki," tegas Gilung.
Di tengah tarian, Gilung menyatakan Kumentan dimasuki roh leluhur Talang Mamak. Tubuh Kumentan bergerak sendiri mengikuti alunan gendang dan seruling.
"Selama dia berdiri dan menari, berarti roh leluhur masih ada. Tandanya sudah sadar, kalau Kumentan duduk dan sudah bisa diajak bicara oleh penari pengiring," kata Gilung.
Usai tarian tadi, biasanya Kumentan menanyakan ke orang yang diobatinya, apakah masih ada sakit di tubuh. Namun biasanya usai tarian, orang yang diobati selalu sembuh.
"Ketika tarian itu, Kumentan sudah tahu, jenis sakit apa yang diderita 'pasiennya'. Kumentan juga tahu roh apa yang merasuki, apakah itu dari dalam tanah, di permukaan atau di atas tanah," sebut Gilung.
Advertisement
Pantangan dan Pergeseran Makna
Seiring berkembangnya zaman, Tarian Rentak Bulian sudah banyak mengalami pergeseran. Apalagi ketika dinas kebudayaan setempat mulai menjadikan tarian ini sebagai promosi daerah.
Tarian ini selalu ditampilkan dalam berbagai kegiatan budaya di Pekanbaru bahkan hingga ke Jakarta. Niat promosi itu tentu saja baik, tapi ternyata ada pantangan yang dilarang dalam Rentak Bulian.
"Pantangannya adalah tari ini tidak boleh dilakukan ketika tidak ada orang sakit. Kan ini tarian pengobatan, jadi tidak boleh sembarangan," sebut Gilung.
Menurut Gilung, orang yang menarikan Rentak Bulian tanpa ada orang sakit bisa berimbas buruk. Di antaranya, sang penari bisa mendapatkan sial atau menderita sakit yang susah disembuhkan.
Imbas lainnya adalah ke desa tempat Suku Talang Mamak tinggal. Roh leluhur yang biasa dipanggil Kumentan dalam tarian menjadi marah dan terkadang berujung musibah.
"Ada orang yang menarikan itu sakit sampai sekarang. Kan tarian ini ada sejarahnya, kenapa diadakan, bukan sembarangan gitu," jelas Gilung.
Hal ini sudah dikomunikasikan Gilung dengan dinas terkait. Hasilnya masih nihil karena sarannya diabaikan dinas dimaksud dengan alasan tarian itu merupakan kekayaan milik daerah.
"Kami inginnya, orang datang ke Talang Mamak menyaksikan tarian ini. Biar orang luar tahu kondisi Talang Mamak dan mendapat perhatian," sebut Gilung.
Menurut Gilung, masih banyak kekayaan budaya Talang Mamak sebagai salah satu suku asli di Riau belum terangkat ke permukaan. Setiap tradisi punya ciri khas masing-masing dan memperkaya budaya Indonesia.
Simak video pilihan berikut ini: