Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali serius membahas pelarangan transaksi uang tunai di atas Rp 100 juta. Aturan ini disiapkan dalam RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
Wacana ini sudah bergulir awal tahun lalu, namun PPATK belum membahas RUU itu dengan DPR karena mengingat situasi politik yang belum kondusif. PPATK pun menargetkan agar RUU ini bisa lolos paling cepat tahun 2020.
Baca Juga
Advertisement
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin berkata aturan ini akan membatasi bank melayani penarikan uang di atas Rp 100 juta. Namun, ada pihak-pihak yang diberi pengecualian, contohnya usaha pom bensin.
"Semua orang tidak boleh mentransaksi Rp 100 juta. Itu secara cash. Konsepnya seperti itu, tetapi ada pengecualiannya antara lain, ritel, pedagang ritel, usaha-usaha yang intensif cash seperti pom bensin nantinya akan dikecualikan. Di samping itu ada pengecualian untuk daerah-daerah yang belum tersedia infrastruktur dilakukan situasi non-cash," ujar Kiagus pada Kamis (22/9/2019).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sudah Berdiskusi
PPATK mengaku sudah berdiskusi dengan banyak pihak soal ini, termasuk dengan Bank Indonesia dan KPK. Dalam penerapan nanti, BI dan PPAK juga siap berkoordinasi melakukan penyesuaian jika ada kesulitan.
Salah satu fungsi pelarangan ini adalah mengurangi tindak pidana korupsi dengan meminimalisir pemberian uang secara tunai. Ini terkait maraknya kasus korupsi yang memilih bertransaksi secara cash, sehingga kasus tangkap tangan marak.
"Kalau kita mau mengurangi jumlah OTT atau kita mau mengurangi suap menuap, semestinya ini goal agar menciptakan negeri ini lebih bersih. Maka, UU ini seharusnya mendapat dukungan dari berbagai pihak," tegas Kiagus.
Advertisement