Ragam Atraksi Menarik dari Desa Bawomataluo Mewarnai Sail Nias 2019

Daya tarik terbaik yang bisa dinikmati wisatawan di Desa Bawomataluo adalah Tari Fataele atau tarian perang.

oleh Gilar Ramdhani pada 13 Sep 2019, 10:51 WIB
Tari Fataele atau tarian perang dari Desa Bawomataluo, Fanayama, Nias Selatan.

Liputan6.com, Nias Selatan Menghadiri Sail Nias 2019 kurang lengkap tanpa berkunjung ke Desa Bawomataluo. Sebagai ikon wisata budaya, desa ini sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional oleh Kemendikbud tahun 2017, dengan Surat Keputusan (SK) No.168/M/2017.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani mengatakan, Desa Bawomataluo memiliki banyak atraksi budaya seperti relik megalitik, rumah tradisional, tradisi lompat batu, dan lain-lain. Kabarnya, desa itu sudah ada sejak lebih dari 300 tahun. Tak heran, desa ini memiliki banyak nilai sejarah dan tradisi unik. Belum lagi menjadi tujuan liburan yang direkomendasikan bagi mereka yang berkunjung ke Pulau Nias.

"Desa Bawomataluo berada di Kabupaten Nias Selatan dan berada di daerah perbukitan. Bawamataluo sendiri memiliki arti Bukit Matahari," ujar Rizki Handayani, Kamis (12/9).

Setelah sampai di desa, wisatawan bisa melihat tangga batu dan beberapa rumah tradisional. Yang unik adalah rumah-rumah ini memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Pondasinya terbuat dari kayu dan ruma-rumah ini memiliki ruangan yang terbuat dari daun sagu.

Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional I Kemenpar Dessy Ruhati menambahkan, daya tarik terbaik yang bisa dinikmati wisatawan di Desa Bawomataluo adalah Tari Fataele atau tarian perang. Beberapa penari pria berkumpul untuk melakukan gerakan tarian yang unik, sebagai simbol keberanian lokal.

"Kostum mereka terlihat begitu besar, menampilkan beberapa warna dan ornamen. Mereka juga menggunakan tombak dan pedang sebagai atribut tari," jelasnya.

Tradisi unik lainnya yang bisa ditonton pengunjung di tempat ini adalah Hombo Batu. Ini adalah bagian dari desa dan telah dilakukan selama beberapa generasi. Anak laki-laki berkumpul di suatu tempat dan bersiap untuk lulus ujian (lompat batu). Tes tersebut menentukan kematangan anak laki-laki.

"Di masa lalu, aksi ini dilakukan sebagai kualifikasi untuk bergabung dalam perang lokal. Bagi wisatawan, performa seperti itu pasti menyenangkan dan mendebarkan. Itu karena ada risiko terluka di kalangan peserta," ungkapnya.

Pesona lain dari Desa Bawomataluo adalah kehadiran kursi kuno Raja Nias. Kursi ini terbuat dari batu, memiliki panjang 10 meter. Biasanya, raja menggunakannya saat menyampaikan pesan kepada bangsanya. Selain dari tempat duduk, pengunjung juga bisa menemukan patung-patung kuno, yang digunakan untuk menyembah para dewa.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menegaskan, Desa Bawomataluo adalah aset yang sangat berharga dan wajib dilestarikan. Dengan segala tradisi, adat istiadat dan budaya yang dimiki, menjadikan desa tersebut sebagai daya tarik yang kuat untuk mendatangkan wisatawan.

"Indonesia sangat kaya akan seni budaya. Setiap daerah mempunyai ciri masing-masing. Dengan adanya Sail Nias 2019, sangat memungkinkan bagi wisatawan untuk melihat dan mengenal lebih dekat budaya yang ada di sana, khususnya di Desa Bawomataluo," terangnya.

 

(*)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya