Liputan6.com, Jakarta "Kabut asap di sini (Pekanbaru) benar-benar mirip seperti tahun 2015. Napas saya sesak juga. Tadi pagi saja, jarak pandang maksimal itu 300 sampai 500 meter. Lebih parahnya lagi, jarak pandang ada yang hanya kira-kira 100 sampai 200 meter."
Advertisement
Gambaran kondisi kabut asap itu diungkapkan Azhar Saputra kepada Health Liputan6.com, Jumat (13/9/2019) melalui sambungan telepon.
Profesi sebagai pekerja media di Pekanbaru, Riau membuat Azhar harus berjibaku menuju lokasi bekerja. Dia harus menerjang kabut asap yang mengepung tempat tinggalnya.
Demi satu tujuan: mencari rezeki dan mengemban profesionalitas pekerjaan.
Menilik laman resmi BMKG pada hari ini, memperlihatkan sudah masuk di warna ungu alias level berbahaya.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Anak Alami Batuk
Kabut asap yang melingkupi Pekanbaru terasa menusuk sampai-sampai Azhar sesak napas. Aroma bau kebakaran hutan dan lahan juga terasa.
"Asapnya juga berbau. Bau asap kebakaran hutan. Anak saya yang baru berusia 2 tahun ikut kena dampak dari kualitas udara akibat kabut asap. Ya, sampai batuk-batuk dan sering sakit-sakitan badannya," Azhar melanjutkan.
Kondisi yang dialami sang anak sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tiga bulan lalu. Kabut asap pun semakin parah sebulan lalu.
Hujan sempat mengguyur Riau seminggu lalu yang membuat kabut asap mereda. Namun, siapa sangka, selepas hujan pergi dan tak turun, kabut asap semakin merajalela.
Advertisement
Mata Pedih Saat Berkendara
Bagi Azhar, kabut asap sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Ketika mengendarai sepeda motor, embusan angin dan paparan udara yang tercemar membuat matanya pedih.
"Selain sesak napas, mata saya juga pedih. Kalau kerja, saya kan mengendari sepeda motor. Nah, terasa sekali pedihnya mata. Mau kecepatannya lambat maupun cepat, mata tetap pedih," tuturnya bernada sedih.
"Paling terasa ya pas kecepatannya lambat atau lagi jalan pelan-pelan. Pedihnya mata luar biasa."
Azhar juga menggunakan masker penutup hidup saat di luar rumah. Masker penutup hidung tak pernah lepas ia pakai meski udara yang dihirup tetap membuatnya sesak napas.
Aktivitas yang Terhenti
Aktivitas Azhar ada yang terhenti akibat kepungan asap kebakaran hutan dan lahan. Yang biasanya olahraga, seperti lari di luar rumah pagi hari sudah tidak dilakukannya.
"Pokoknya sekarang, yang namanya olahraga di luar rumah sudah enggak lagi (dilakukan). Kalau liburan atau ada waktu lowong kan suka ngajak anak main ke taman, yang enggak jauh dari rumah. Itu pun sudah enggak dilakukan," ujarnya.
"Pengen sih ya main-main keluar rumah, ngajak anak jalan-jalan. Tapi dengan kondisi seperti ini enggak mungkin. Bawaanya ya takut saja (takut jadi sakit). Duh, takut juga lihat kabut asapnya."
Tetangga-tetangga di komplek rumahnya juga tidak lagi berkumpul bersama. Tidak lagi berkumpul dan mengobrol di sore hari. Mereka memilih lebih baik di rumah masing-masing.
Advertisement
Kerongkongan Kering
Menurut Azhar, ada imbauan dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Masyarakat diminta menggunakan masker bila keluar rumah, mengurangi aktivitas fisik di luar ruang, dan memperbanyak minum air putih.
"Paling imbauanya itu. Efek juga paparan kabut asapnya. Kerongkongan jadi cepat kering. Makanya, kami diimbau banyak minum air putih," Azhar menerangkan.
Dinkes Kota Pekanbaru sendiri sudah mendistribusikan 130 masker kepada masyarakat akibat kabut asap yang makin pekat. Kabut asap yang mengandung partikel berbahaya memicu terjadi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, penyakit jantung, bahkan iritasi kulit dan mata.
Berdasarkan data dari 21 puskesmas di Pekanbaru pada 2-13 September 2019, sebanyak 1.520 orang kena ISPA.
"Untuk yang terjangkit penyakit lain, seperti iritasi mata ada 29 orang, iritasi kulit 26 orang, diare atau muntah 98 orang. Gangguan lain seperti pusing dan sakit perut ada 122 orang," papar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Pekanbaru Maisel seperti mengutip Antara.