Cepat Kirim Surat Presiden Revisi UU KPK ke DPR, Ini Alasan Jokowi

Jokowi hanya butuh waktu enam hari untuk menyetujui pembahasan revisi UU KPK usulan DPR.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 13 Sep 2019, 17:10 WIB
Presiden Joko Widodo bersiap memberikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi juga mendukung pembentukan Dewan Pengawas KPK dari unsur akademisi atau aktivis anti korupsi yang akan diangkat langsung oleh Presiden. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya terdiri dari empat hingga lima isu. Oleh karena itulah, tak butuh waktu lama bagi Jokowi untuk mengirim surat presiden (surpres) revisi UU ke DPR.

"DIM nya kan hanya 4 sampai 5 isu. Cepat kok," ujar Jokowi di Istana Negara Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Presiden memiliki waktu 60 hari untuk berpikir sebelum mengeluarkan surpres. Namun, Jokowi hanya butuh waktu enam hari untuk menyetujui pembahasan revisi UU KPK usulan DPR.

Setelah dia mengirim surpres, Jokowi mengatakan pembahasan revisi UU KPK adalah kewenangan DPR. Saat ini, revisi UU KPK tengah dibahas bersama oleh DPR dengan Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly dan Menteri PAN-RB Syafuddin selaku perwakilan pemerintah.

"Kalau sudah di sana, urusannya di sana. Jangan ditanyakan ke saya. Setiap lembaga memiliki kewenangan sendiri-sendiri," jelas dia.

Ada beberapa poin yang ditolak Jokowi yaitu soal izin pihak luar untuk penyadapan, penyidik dan penyelidik KPK hanya dari unsur kepolisian dan kejaksaan, koordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam hal penuntutan, dan terakhir pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK.

Sedangkan beberapa hal dalam revisi UU yang disetujui Jokowi yaitu soal keberadaan dewan pengawas, kewenangan KPK mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), serta menyetujui pegawai, termasuk penyelidik dan penyidik KPK berstatus aparatur sipil negara (ASN).

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Sudah Berusia 17 Tahun

Presiden Joko Widodo didampingi Kepala Staf Kepresiden Moeldoko dan Mensesneg Pratikno menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui revisi UU KPK. Dia menilai UU tersebut sudah cukup tua, sehingga perlu disempurnakan.

"Kita tahu UU KPK telah berusia 17 tahun, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas, sehingga pemberantasan korupsi makin efektif," kata Jokowi di Istana Negara, Jumat (13/9/2019).

Dia mengaku telah mempelajari dan mengikuti secara serius seluruh masukan-masukan yang diberikan para pegiat antikorupsi, dosen, mahasiswa, dan juga masukan dari para tokoh-tokoh bangsa yang menemuinya.

"Oleh karena itu, ketika ada inisiatif DPR untuk mengajukan revisi UU KPK, maka tugas pemerintah adalah meresponsnya. Menyiapkan daftar inventarisasi masalah dan menugaskan menteri untuk mewakili Presiden dalam pembahasan bersama DPR," ujar Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi melalui KPK. Dia berjanji menjaga KPK agar lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi.

"Intinya KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai dan harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," kata Jokowi.

Oleh karena itu, dia memberikan arahan ke Menkumham dan Menpan RB agar menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah terkait subtansi-substansi di revisi UU KPK.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya