Revisi UU KPK, Jaksa Agung: Disesuaikan dengan Kebutuhan

Terkait upaya penguatan pencegahan korupsi KPK, Prasetyo menilai setiap institusi mempunyai strategi sendiri-sendiri.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Sep 2019, 19:45 WIB
Jaksa Agung HM Prasetyo mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/9). Rapat kerja Tersebut membahas Rencana Kerja serta Anggaran Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM.(Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung HM Prasetyo menilai, usulan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disesuaikan dengan kebutuhan.

"Kalau undang-undang buatan manusia, saya rasa setiap saat disesuaikan dengan kebutuhan, beda dengan kitab suci itu dari Allah datangnya. Tidak ada satu pun pihak yang dapat mengubah kitab suci," kata Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (13/9/2019) seperti dilansir Antara.

Ia mengatakan, dinamika masyarakat selalu berkembang, termasuk perasaan adil yang tumbuh di tengah masyarakat, sehingga hukum pun perlu diselaraskan dengan kebutuhan.

Apalagi UU KPK sudah dilahirkan sejak 2002, sehingga kata dia, setelah belasan tahun terdapat tuntutan baru yang perlu direspons.

Terkait upaya penguatan pencegahan korupsi KPK, Prasetyo menilai setiap institusi mempunyai strategi sendiri-sendiri.

"Kejaksaan sendiri memang sudah sejak lama lebih menekankan fungsi pencegahan meskipun tidak menafikkan penindakan berjalan seiring pencegahan. Jadi tidak harus kita terkesan hanya bersemangat untuk memenjarakan orang," tutur Jaksa Agung.

Ia mengatakan, kebocoran-kebocoran keuangan negara yang saat ini ditengarai karena korupsi diharapkan terus berkurang.

Namun, Prasetyo mengakui pencegahan tidak hiruk pikuk dan populer, berbeda dengan penangkapan yang dianggap lebih hebat.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

UU KPK Sudah Berumur 17 Tahun

Presiden Joko Widodo bersiap memberikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi juga mendukung pembentukan Dewan Pengawas KPK dari unsur akademisi atau aktivis anti korupsi yang akan diangkat langsung oleh Presiden. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Sementara itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui revisi UU KPK. Dia menilai UU tersebut sudah cukup tua, sehingga perlu disempurnakan.

"Kita tahu UU KPK telah berusia 17 tahun, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas, sehingga pemberantasan korupsi makin efektif," kata Jokowi di Istana Negara, Jumat (13/9/2019).

Dia mengaku telah mempelajari dan mengikuti secara serius seluruh masukan-masukan yang diberikan para pegiat antikorupsi, dosen, mahasiswa, dan juga masukan dari para tokoh-tokoh bangsa yang menemuinya.

"Oleh karena itu, ketika ada inisiatif DPR untuk mengajukan revisi UU KPK, maka tugas pemerintah adalah meresponsnya. Menyiapkan daftar inventarisasi masalah dan menugaskan menteri untuk mewakili Presiden dalam pembahasan bersama DPR," ujar Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi melalui KPK. Dia berjanji menjaga KPK agar lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi.

"Intinya KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai dan harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," kata Jokowi.

Oleh karena itu, dia memberikan arahan ke Menkumham dan Menpan RB agar menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah terkait subtansi-substansi di revisi UU KPK.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya