Dituduh Lakukan Transaksi Besar, Veronica Koman Sebut Penyalahgunaan Wewenang Kepolisian

Veronica Koman (VK) angkat bicara usai pihak kepolisian menuduhnya mencatatkan transaksi keuangan cukup signifikan di rekening tambahan miliknya.

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Sep 2019, 19:19 WIB
Ilustrasi Foto Mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Veronica Koman (VK) angkat bicara usai pihak kepolisian menuduhnya mencatatkan transaksi keuangan cukup signifikan di rekening tambahan miliknya.

Veronica Koman menyatakan, rekening saldonya masih dalam batas wajar sebagai pengacara yang melakukan penelitian. Ia menuturkan, kalau menarik uang di Papua saat berkunjung ke Papua. Nilai nominal uang tersebut pun wajar untuk biaya hidup sehari-hari.

"Bahwa saldo rekening saya dalam batas nominal yang wajar sebagai pengacara yang juga kerap melakukan penelitian. Bahwa tentu betul saya menarik uang di Papua ketika saya berkunjung ke Papua dengan nominal yang sewajarnya untuk biaya hidup sehari-hari," ujar dia, dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/9/2019).

Lebih lanjut ia menuturkan, dirinya hanya pernah pergi sekali ke Surabaya dalam seumur hidupnya. “Selama empat hari yaitu ketika pendampingan aksi 1 Desember 2018 bagi klien saya AMP. Saya tidak ingat bila pernah menarik uang di Surabaya. Apabila saya sempat pun ketika itu saya yakin maksimal hanya sejumlah batas sekali penarikan ATM untuk biaya makan dan transportasi sendiri,” tutur dia.

Veronica Koman menganggap pemeriksaan rekening pribadinya tidak ada sangkut paut dengan tuduhan pasal yang disangkakan kepada dirinya. Ia menuturkan, hal itu sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang kepolisian.

"Saya menganggap pemeriksaan rekening pribadi saya tidak ada sangkut pautnya dengan tuduhan pasal yang disangkakan ke saya sehingga ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang kepolisian, apalagi kemudian menyampaikannya ke media massa dengan narasi yang teramat berlebihan," ujar dia.

Ia juga mengungkapkan alasan kenapa memilih untuk tidak menanggapi yang dituduhkan oleh polisi lewat media massa.

"Hal ini saya lakukan bukan berarti karena semua yang dituduhkan itu benar, namun karena saya tidak ingin berpartisipasi dalam upaya pengalihan isu dari masalah pokok yang sebenarnya sedang terjadi di Papua,” ujar dia.

Lebih lanjut ia mengatakan, kasus kriminalisasi hanya satu dari sekian banyak kasus kriminalisasi dan intimidasi besar-besaran yang sedang dialami orang Papua saat ini.

Ia menilai, hal yang jauh dari hingar-bingar,  aspirasi ratusan ribu orang Papua yang turun ke jalan dalam rentang waktu beberapa minggu ini seolah hendak dibuat menjadi angin lalu.

"Pemerintah pusat beserta aparaturnya nampak tidak kompeten dalam menyelesaikan konflik berkepanjangan di Papua hingga harus mencari kambing hitam atas apa yang terjadi saat ini. Cara seperti ini sesungguhnya sedang memperdalam luka dan memperuncing konflik Papua,” tutur Veronica.

Veronica Koman juga telah menolak segala upaya pembunuhan karakter yang sedang ditujukan kepada dirinya sebagai pengacara resmi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP).

“Kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dan sudah sangat berlebihan dalam upayanya mengkriminalisasi saya, baik dalam caranya maupun dalam melebih-lebihkan fakta yang ada,” ujar dia.

Penjelasan soal laporan beasiswa

Selain itu, pihak kepolisian menuding Veronica Koman tidak memberikan laporan studinya sebagai penerima beasiswa. Veronica mengatakan, dirinya terlambat memberikan laporan studi kepada institusi beasiswa. Akan tetapi, hal tersebut sudah selesai per 3 Juni 2019, ketika universitas tempat studi Veronica mengirimkan seluruh laporan studinya kepada institusi beasiswa.

Ia menuturkan,  Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Australia pernah mengganggu studinya usai berbicara tentang pelanggaran HAM Papua di acara yang diselenggarakan oleh Amnesty International Australia serta gereja-gereja Australia.

"Para staf KBRI tidak hanya datang ke acara tersebut untuk memotret dan merekam guna mengintimidasi pembicara, tapi saya juga dilaporkan ke institusi beasiswa atas tuduhan mendukung separatisme di acara tersebut. Itu juga yang membuat hubungan saya dengan institusi beasiswa saya menjadi dingin dan saya tidak meminta lagi pembiayaan beberapa hal yang seharusnya masih menjadi tanggungan beasiswa,” ujar dia.

Veronica Koman menilai, waktu dan energi yang negara ini alokasikan untuk menyampaikan propaganda negatif selalu jauh lebih besar ketimbang yang betul-betul digunakan untuk mengusut dan menyelesaikan pelanggaran HAM yang saat ini terjadi di Papua.

"Secara terang benderang, kita melihat metode ‘shoot the messenger’ sedang dilakukan aparat untuk kasus ini. Ketika tidak mampu dan tidak mau mengusut pelanggaran/kejahatan HAM yang ada, maka seranglah saja si penyampai pesan itu," ujar dia.

"Papua adalah salah satu wilayah yang paling ditutup di dunia ini. Dan kembali saya tegaskan, kriminalisasi terhadap saya adalah rangkaian dari upaya negara untuk terus membungkam informasi yang keluar dari Papua," ia menambahkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Kata Kapolda Jatim soal Ada Transaksi Signifikan di Rekening Tambahan Veronica

Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan menyatakan, ada transaksi keuangan cukup signifikan di enam rekening tambahan milik tersangka kasus dugaan hoaks Asrama Mahasiswa Papua Surabaya, Veronica Koman.

"Masih kami telusuri terus. Ada beberapa yang cukup signifikan dari transaksi dana yang masuk," ujarnya kepada wartawan di Mapolda Jatim di Surabaya, Jumat (13/9/2019) dilansir Antara.

Transaksi mencurigakan di beberapa rekening Veronica Koman, menurut dia, yakni ada penarikan uang di beberapa wilayah baik di Surabaya maupun di luar Surabaya seperti di wilayah Papua.

"Ada aliran dana masuk yang cukup besar. Sebagai seorang mahasiswa ini kayaknya gak masuk akal. Dan itu ada penarikan di beberapa wilayah konflik. Aliran dana itu dari dalam negeri," ujar dia.

Veronica diketahui sedang melanjutkan pendidikan S2 Hukum karena mendapatkan beasiswa di Australia.

Veronica Koman selama mendapat beasiswa dari 2017 tidak pernah memberikan laporan untuk mempertanggungjawabkan dana yang dia terima.

Sebelumnya, Polda Jatim menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan penyebaran berita hoaks, terkait insiden di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kalasan Surabaya pada 17 Agustus 2019.

Polisi menyebut Veronica Koman telah melakukan provokasi di media sosial twitter, yang ditulis dengan menggunakan bahasa Inggris dan disebar ke dalam negeri maupun luar negeri, padahal dibuat tanpa fakta yang sebenarnya.

Akibat perbuatan yang dilakukannya, Veronica dijerat dengan pasal berlapis yakni UU ITE KUHP Pasal 160 KUHP, kemudian UU Nomor 1 Tahun 1946 dan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Suku, Etnis dan Ras.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya