Liputan6.com, Jakarta - Produksi minyak Arab Saudi berkurang setengah setelah dua kilang minyak utama diserang oleh drone atau oesawat tanpa awak yang membawa bom. Kelompok pemberontak Houthi dari Yaman mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Mengutip businessinsider, Minggu (15/9/2019), juru bicara Kementerian Dalam Negeri Arab saudi Mansour al-Turki menjelaskan bahwa tidak ada korban jiwa dalam serangan drone tersebut.
Namun ia belum menjelaskan berapa kerugian yang dialami Saudi Aramco akibat aksi pengeboman tersebut. Saudi Aramco merupakan perusahaan minyak dan gas (migas) terbesar di dunia yang dimiliki oleh pemerintah Arab Saudi.
Ini merupakan pukulan yang cukup besar bagi perusahaan tersebut. Alasanya, Saudi Aramco berencana untuk melakukan initial public offering (IPO) atau menawarkan saham perdana dalam waktu dekat ini. Dengan lumpuhnya dua kilang ini berakibat aset perusahaan harus dihitung ulang.
Baca Juga
Advertisement
Wall Street Journal dan Bloomberg, melaporkan bahwa menurut sumber mereka, Arab saudi menutup sekitar setengah dari produksi minyaknya setelah serangan ini. Digambarkan bahwa serangan oleh pemberontak ini terbesar sepanjang sejarah kerajaan.
Penutupan produksi yang dilakukan mencapai 5 juta barel per hari atau sekitar 5 persen dari produksi minyak mentah harian dunia.
Media pemerintah Arab Saudi melaporkan bahwa saat ini kebakaran di dua kilang sudah bisa dikendalikan.
Dalam laporan BBC, Seorang juru bicara untuk kelompok Houthi yang berpihak kepada Iran di Yaman mengatakan pihaknya telah mengerahkan 10 drone atau pesawat tanpa awak dalam serangan itu.
Pejuang Houthi sebelumnya disalahkan atas serangan drone di fasilitas pencairan gas alam Shaybah bulan lalu dan Iran disalahkan oleh Arab Saudi dan AS atas serangan terhadap dua kapal tanker minyak pada Juni dan Juli, yang dibantah pihak berwenang di Teheran.