Harga Minyak Diprediksi Melonjak Usai Serangan Drone ke Kilang Arab Saudi

Dampak harga minyak akan tergantung pada waktu perbaikan kilang yang bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

oleh Arthur Gideon diperbarui 15 Sep 2019, 08:30 WIB
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia bisa melonjak hingga USD 10 per barel setelah sejumlah serangan pesawat tanpa awak atau drone menghantam pusat industri minyak Arab Saudi. Serangan tersebut memaksa Arab memangkas produksi menjadi hanya separuh dari normal.

Mengutip CNBC, Minggu (15/9/2019), sepuluh drone menyerang fasilitas pemrosesan minyak milik Saudi Aramco yang merupakan perusahaan minyak terbesar di dunia milik pemerintah Arab Saudi. Serangan tersebut membuat dua kilang terbakar.

Akibatnya produksi minyak Arab Saudi terpangkas 5,7 juta barel per hari atau sekitar 50 persen dari keseluruhan produksi minyak dari negara tersebut.

Meskipun masih terlalu dini untuk mengatakan tingkat kerusakan dan berapa lama fasilitas akan ditutup, analis mengatakan kepada CNBC bahwa dampak pada harga komoditas bisa naik di atas USD 10 per barel.

"Ini masalah besar" jelas Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow.

"Dampak terburuk harga minyak di pasar akan dibuka USD 5 hingga USD 10 per barel pada hari Minggu malam. Ini bisa berdampak 12 sen hingga 25 sen per galon untuk harga bensin (minyak olahan)." terang dia.

Kevin Book, kepala penelitian di Clearview Energy, mengatakan dampak serangan drone ini ke harga minyak akan tergantung pada waktu perbaikan kilang yang bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

Untuk diketahui, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menetap 0,4 persen lebih rendah pada USD 54,85 ​​per barel pada hari Jumat, dan minyak mentah berjangka Brent diperdagangkan 0,2 persen lebih rendah pada USD 60,25 per barel.

Saksikan video pilihan berikut ini:


2 Kilang Minyak Arab Saudi Diserang Drone

Ilustrasi Kebakaran (iStockphoto)​

Produksi minyak Arab Saudi berkurang setengah setelah dua kilang minyak utama diserang oleh drone atau oesawat tanpa awak yang membawa bom. Kelompok pemberontak Houthi dari Yaman mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.

Mengutip businessinsider, Minggu (15/9/2019), juru bicara Kementerian Dalam Negeri Arab saudi Mansour al-Turki menjelaskan bahwa tidak ada korban jiwa dalam serangan drone tersebut.

Namun ia belum menjelaskan berapa kerugian yang dialami Saudi Aramco akibat aksi pengeboman tersebut. Saudi Aramco merupakan perusahaan minyak dan gas (migas) terbesar di dunia yang dimiliki oleh pemerintah Arab Saudi.

Ini merupakan pukulan yang cukup besar bagi perusahaan tersebut. Alasanya, Saudi Aramco berencana untuk melakukan initial public offering (IPO) atau menawarkan saham perdana dalam waktu dekat ini. Dengan lumpuhnya dua kilang ini berakibat aset perusahaan harus dihitung ulang. 

Wall Street Journal dan Bloomberg, melaporkan bahwa menurut sumber mereka, Arab saudi menutup sekitar setengah dari produksi minyaknya setelah serangan ini. Digambarkan bahwa serangan oleh pemberontak ini terbesar sepanjang sejarah kerajaan.

Penutupan produksi yang dilakukan mencapai 5 juta barel per hari atau sekitar 5 persen dari produksi minyak mentah harian dunia.

Media pemerintah Arab Saudi melaporkan bahwa saat ini kebakaran di dua kilang sudah bisa dikendalikan.

Dalam laporan BBC, Seorang juru bicara untuk kelompok Houthi yang berpihak kepada Iran di Yaman mengatakan pihaknya telah mengerahkan 10 drone atau pesawat tanpa awak dalam serangan itu.

Pejuang Houthi sebelumnya disalahkan atas serangan drone di fasilitas pencairan gas alam Shaybah bulan lalu dan Iran disalahkan oleh Arab Saudi dan AS atas serangan terhadap dua kapal tanker minyak pada Juni dan Juli, yang dibantah pihak berwenang di Teheran.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya