Pengamat: Penyerahan Mandat KPK kepada Presiden Inkonstitusional

Menurut dia, sikap tiga pimpinan KPK tersebut merupakan manuver dengan menggunakan diksi menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada presiden.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Sep 2019, 19:07 WIB
Ketua KPK, Agus Rahardjo (tengah) memberi keterangan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/9/2019). Keterangan terkait bantahan atas penyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata yang menyebut pengumuman pelanggaran kode etik tidak diketahui oleh semua pimpinan KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum tata negara Fahri Bachmid menilai, sikap tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi melanggar hukum tata negara dan konstitusi.

Tiga pimpinan yang dimaksud adalah Agus Rahardjo, Saut Sitomurang dan Laode M Syarif. Hal tersebut disebabkan revisi UU KPK yang dianggap melemahkan KPK namun disetujui pemerintah.

"Menyerahkan mandat KPK kepada Presiden melanggar sistem hukum tata negara dan konstitusi. Tidak ada nomenklatur penyerahan mandat KPK kepada Presiden berdasarkan hukum tata negara," ujar Fahri kepada wartawan, Minggu (15/9/2019).

Menurut dia, sikap tiga pimpinan KPK tersebut merupakan manuver dengan menggunakan diksi menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada presiden. Dia menyebut, sikap tiga pimpinan KPK kepada publik tersebut merupakan lelucon.

"Ini adalah suatu ironi disebuah negara demokrasi konstitusional. Sikap pimpinan KPK yang menyerahkan mandat kepada Presiden ini harus dipandang sebagai tindakan yang inkonstitusional, serampangan dan melanggar Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK itu sendiri," kata Fahri.

Dia menjelaskan, dari segi hukum tata negara maupun hukum administrasi negara, tidak ada nomenklatur menyerahkan mandat kepada presiden, selain karena tidak sejalan dengan rezim ketentuan pasal 32 ayat (1) poin e.

Fahri menambahkan, presiden tidak dalam kedudukan maupun kapasitas menerima tanggung jawab dan pengelolaan institusi KPK sebagai state auxiliary agencies, terkecuali tiga pimpinan KPK tersebut secara eksplisit dan resmi menyatakan mengundurkan diri sesuai dengan kaidah ketentuan Pasal 32 ayat (1) point e UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Ini adalah suatu praktik yang tidak lazim dan cenderung deviasi dari prinsip hukum. Apalagi disatu sisi telah menyerahkan mandat kepada Presiden, tetapi disisi yang lain berharap menunggu arahan dan direktif Presiden untuk menjalankan atau tidak menjalankan tugas-tugas kelembagaan KPK sampai bulan Ddesember 2019," tandas Fahri.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Serahkan KPK ke Presiden

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan sikap keprihatihan atas kondisi lembaga yang dipimpinnya saat ini. Dia pun angkat tangan dan menyerahkan urusan korupsi ke Jokowi.

"Kami mempertimbangkan sebaik-baiknya, maka kami pimpinan sebagai penanggungjawab tertinggi, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden," tutur Agus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).

Agus menyatakan sikap didampingi oleh pimpinan KPK lainnya yakni Laode M Syarif dan Saut Situmorang. Hadir juga Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

"Kami menunggu perintah, apakah kami masih dipercaya sampai bulan Desember, apa masih berjalan seperti biasa," imbuh dia.

Soal Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang baru, lanjut Agus, pihaknya tidak akan melawan ketetapan tersebut.

"Mohon maaf kalau kami menyampaikan hal-hal yang kurang berkenan bagi banyak pihak," Agus menandaskan.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya