Liputan6.com, Jakarta Rasio elektrifikasi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) diperkirakan mencapai 100 persen dalam waktu dekat. Hal ini seiring dengan pemanfaatan energi baru dan terbarukan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di wilayah tersebut.
GM PLN Unit Induk Wilayah (UIW) Nusa Tenggara Timur (NTT) Ignatius Rendoyoko mengatakan rasio elektrifikasidi NTT saat ini telah mencapai 73,72 persen. Angka tersebut meningkat dari tahun lalu yang sebesar 62 persen.
Baca Juga
Advertisement
“Kami melihat wilayah ini merupakan salah satu provinsi yang tertinggi dalam optimalisasi penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), khususnya dalam pemanfaatan energi surya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pengerjaan projek PLTS di NTT dilakukan melalui penggunaan bidang lahan tanah yang tidak lagi produktif, sehingga nilaiekonomisnya akan bisa terkonversi melalui aplikasi PLTS,” paparnya dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Sementara itu, Direktur Human Capital Management (HCM) PT(Persero) PLN Muhamad Ali menyatakan, peningkatan rasio elektrifikasi di NTT salah satunya karena ada dukungan sumber energi terbarukan (EBT) yang melimpah di wilayah tersebut.
“Saat ini lebih dari Rp 9 miliar sudah investasi yang tertanam pada enampembangunan sumber EBT meliputi PLTP panas bumi, PLTMH mikrohidro, PLTS tenaga surya dan PLTB tenaga bayu. Melalui sinergidengan pemerintah desa, maka pelaksanaan program Tim PercepatanListrik Pedesaan terlaksana dengan baik,” papar Ali.
Namun, lanjut dia, peningkatan rasio elektrifikasi di Bumi Flobamora tersebut, salah satunyajuga memerlukan dukungan dan pembangunan dari SDM berkompetensi,yang dihasilkan melalui pelaksanaan program vokasi dengan sejumlah SMKN di wilayah Kupang dan Maumere yang terlaksana sejak tahun 2018.
"PLN juga melaksanakan sejumlah program rekrutmen, baik untuk jenjang SMK, S1/D4 selama empat tahun berturut-turut, serta melakukan program kerja sama program D3 dengan Politeknik Negeri Kupang," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hemat Biaya Listrik, Menteri Jonan Dorong Pemasangan PLTS Atap
Atap surya kini menjadi pemandangan yang tidak asing di ibu kota, gedung-gedung pencakar langit telah memasang modul fotovoltaik di rooftop untuk menyokong kebutuhan listrik. Jajaran panel surya yang terpasang pada atap, dinding, atau bagian luar gedung lainnya ini dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan pun mengajak masyarakat untuk memasang PLTS Atap, karena selain mendukung program energi bersih yang bersumber dari energi terbarukan, pemasangan PLTS Atap juga dapat menghemat tagihan listrik bulanan.
“Kalau kita bikin PLTS (Atap) ini juga akan menghemat tagihan listrik, listriknya juga bisa impor-ekspor dengan PLN,” ujar Jonan dikutip dari laman Setkab, Jumat (9/8/2019).
Hampir semua gedung di Kementerian ESDM telah memasang PLTS Atap, salah satunya Gedung Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM, Jalan Pegangsaan Timur Jakarta Pusat.
PLTS Atap berkapasitas 20 kilo Watt peak (kWp) yang telah dipasang sejak 2015 tersebut memiliki kapasitas puncak 20.160 Watt per hari dengan pengisian baterai selama 4 jam.
“Dengan memanfaatkan luas lahan sekitar 40 meter persegi, kapasitas 20 kWp yang dipasang di atap Gedung Ditjen EBTKE mampu untuk menyalakan lampu bagi 8 lantai di bawahnya,” ungkap Sekretaris Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Halim Sari Wardana.
Halim berharap, gedung-gedung pemerintah, lembaga, swasta maupun komersial, khususnya di Jakarta segera mendukung percepatan PLTS Atap ini, karena 20 persen saja dari luas atap yang dimanfaatkan untuk PLTS ini sudah berkontribusi mengurangi polusi.
Selain Kantor Ditjen EBTKE, Kantor Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM yang berlokasi di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan juga telah memasang PLTS sejak 2010. Saat ini kapasitas totalnya mencapai 130 kWp dan bisa menghemat biaya listrik gedung tersebut hingga Rp 10 juta per bulan.
Advertisement
Perumahan Juga Bisa
Tak hanya gedung perkantoran, kini perumahan pun bisa memasang PLTS Atap yang on-grid dengan jaringan listrik PT PLN (Persero), yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap oleh Konsumen PLN.
Melalui peraturan ini, masyarakat juga bisa membayar tagihan listrik lebih murah melalui “ekspor-impor” listrik dengan PLN. Besaran penghematan berbeda-beda tergantung pada kapasitas daya yang dihasilkan serta besaran penggunaan listrik keseluruhan.
Selain memberikan peluang masyarakat dalam pemanfaatan energi terbarukan yang ramah lingkungan, menurut Sekretaris Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, kebijakan Pemerintah ini bertujuan untuk mengingkatkan peran energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional, percepatan peningkatan pemanfaatan energi surya, mendorong pengembangan bisnis dan industri panel surya, serta mengurangi emisi gas rumah kaca.
Daya yang dihasilkan dari PLTS Atap nantinya akan otomatis memotong tagihan listrik pengguna maksimal 65 persen dari total daya yang dihasilkan oleh PLTS Atap. Artinya 1 Watt listrik yang dihasilkan PLTS Atap akan langsung mengurangi harga listrik PLN maksimal 0,65 watt untuk bulan berikutnya.
Sehingga pengguna hanya membayar sisanya ditambah dengan biaya penggunaan listrik dari PLN. Dengan demikian tagihan listrik akan lebih murah.