Permudah Investasi, Jokowi Bakal Rombak 74 Aturan Perizinan

Upaya ini dilakukan mengingat populasi kaum kelas menengah RI akan naik dua kali lipat di 2020, dari 70 juta menjadi 141 juta penduduk yang semakin kaya.

oleh Bawono Yadika diperbarui 16 Sep 2019, 13:46 WIB
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/9/2019). Ratas bertema 'Perbaikan Ekosistem Investasi' ini dilakukan Jokowi beserta para menteri guna merumuskan kebijakan konkret. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo akan merevisi sebanyak 74 peraturan perundang-undangan terkait proses perizinan investasi di dalam negeri.

Upaya ini dilakukan mengingat populasi kaum kelas menengah RI akan naik dua kali lipat di 2020, dari 70 juta menjadi 141 juta penduduk yang semakin kaya.

"Kita akan merevisi 74 undang-undang agar kecepatan kita bersaing dengan negara-negara lain dapat kita miliki," tuturnya di Jakarta, Senin (16/9/2019).

Dengan momentum revolusi konsumen, investasi global akan semakin menjalar dimana Indonesia akan kian menarik untuk kegiatan berinvestasi.

Sebab itu, Jokowi berpesan, momentum ini perlu diwaspadai agar kemudian masyarakat Indonesialah yang bisa menikmati revolusi konsumen, bukan hanya investor asing.

"Harus diikuti revolusi mindset sehingga mampu mengaktualisasi revolusi konsumen yang ada untuk memperkuat daya saing kita. Jangan jadi bangsa konsumtif, harus memacu kita untuk jadi bangsa produsen," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


The Fed: Perang Dagang Hambat Investasi

Banner Infografis Perang Dagang AS-China Segera Berakhir. (Sumber Foto: AFP)

Perang dagang yang masih berlanjut dapat menghambat perusahaan untuk berinvestasi. Hal ini diungkapkan oleh Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS), the Federal Reserve alias The Fed, Jerome Powell.

Ketidakpastian tarif membuat perusahaan tidak bisa menentukan keputusan apakah akan berinvestasi atau tidak, terutama dalam jangka panjang di pabrik, peralatan atau perangkat lunak.

"Saya pikir, itu adalah sebuah ketidakpastian. Beberapa perusahaan menahan investasi sekarang karena perang tarif yang masih berlangsung saat ini," ujar Powell, mengutip dari CNBC, Senin (09/09/2019).

Dua tahun belakangan, AS dan China saling berseteru dalam banyak hal, salah satunya perdagangan. AS, yang memberlakukan tarif impor pada China, kembali menambah nilai tarif hingga akhirnya dibalas oleh China.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya