Kenaikan Cukai Rokok Bakal Sumbang Inflasi

BPS menilai pengaruh kenaikan inflasi akibat cukai rokok tidak akan terlalu besar

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Sep 2019, 15:15 WIB
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyatakan, rencana kenaikan cukai rokok akan memberikan pengaruh pada peningkatan inflasi. Meski demikian, pengaruh kenaikan inflasi akibat cukai rokok tidak akan terlalu besar.

"Ada (pengaruhnya ke inflasi) tapi mudah-mudahan enggak besar," ujar Suhariyanto saat ditemui di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (16/9).

Pada dasarnya rokok memang memberikan andil inflasi dari sisi kelompok administered price atau harga yang diatur pemerintah. Setiap bulan, rokok berkontribusi sebesar 0,01 persen daro rokok filter dan kretek.

"Setiap bulan kan ada kenaikan, tapi tipis ya kontribusinya," kata dia.

BPS belum bisa memperkirakan dampak menyeluruh dari kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran rokok tersebut. Menurutnya, perlu melihat lebih lanjut terkait penerapan dari kenaikan cukai rokok pada tahun yang akan datang.

"Belum tahu dampaknya seberapa jauh, kami harus melakukan exercise dulu. Mudah-mudahan tidak terlalu besar," katanya.

Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran naik 35 persen. Hal ini pun telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Kita semua akhirnya memutuskan untuk kenaikan cukai rokok ditetapkan sebesar 23 persen dan kenaikan harga jual eceran nya menjadi 35 persen," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (13/9).

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Cukai Rokok Naik, Penerimaan Negara Bakal Bertambah Rp 173 T

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan, kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen di 2020 akan berdampak pada penerimaan negara.

Kata dia, potensi penerimaan negara yang akan diperoleh dari kebijakan kenaikan cukai rokok ialah senilai Rp173 triliun. Tetapi, pihaknya menegaskan Pemerintah tidak menargetkan secara khusus terkait penerimaan tersebut.

"Revenue (nanti) mengikuti. Jadi kita tidak membuat kebijakan ini berdasarkan target revenue tapi berdasarkan pada konsumsi yang harus secara gradual diturunkan tapi industri masih bisa kita perhatikan," tuturnya di Jakarta, Sabtu (14/9/2019).

Dia menjelaskan, dalam 10 tahun terakhir, jumlah perokok memang mengalami tren penurunan. Sebab itu, Pemerintah berharap kebijakan ini akan semakin menurunkan jumlah perokok terutama di kalangan anak muda.

"Dalam 10 tahun terakhir, tren penurunannya adalah 1,2 persen. Dengan kebijakan ini tentunya kami harapkan ini lebih besar lagi. Karena dia memang presentasenya relatif," ujarnya.

"Karena satu yang dicatat salah stau pertimbangannya adalah pengendalian konsumsi. Memang kita menyadari bahwa ada gejala peningkatan konsumsi rokok dikalangan anak-anak statistik sudah ada," lanjut dia.


Cukai Rokok Naik di 2020, Bakal Ada PHK Massal?

Proses pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah industri rokok di Kediri, Jatim. Saat ini tinggal 75 industri rokok yang bertahan akibat tarif cukai tembakau naik setiap tahunnya. (Antara)

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan, Pemerintah telah mempertimbangkan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) dari ketetapan kenaikan cukai rokok 2020.

Oleh sebab itu, pihaknya di sisi lain akan menerapkan tarif teringan pada sigaret kretek tangan (SKT). Jenis SKT ialah rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.

Sedangkan sigaret sendiri ialah rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.

"Tapi pasti dengan average 23 persen itu sigaret kretek pada prinsipnya akan diberikan tarif yang teringan. Sigaret kretek tangan ya," ujarnya di Jakarta, Sabtu (14/9/2019).

"Jadi kalau ditanya tarif cukai naik nggak takut ada PHK? Itulah kenapa kita memberi perlakuan yang lebih ringan terhadap SKT," lanjut dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya