Indeks Perilaku Anti Korupsi Indonesia 2019 Meningkat

Naikkan indeks ini menjadikan bukti bahwa masyarakat semakin anti korupsi

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Sep 2019, 15:30 WIB
Kepala BPS Suhariyanto di Kantor Pusat Badan Pusat Statistik, Jakarta, Senin (24/6/2019).

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2019 meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi sebesar 3,70 pada skala 0 hingga 5. Pada tahun sebelumnya IPAK tercatat sebesar 3,66.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, nilai indeks mendekati 5 menunjukkan masyarakat semakin anti korupsi. Sebaliknya, nilai IPAK yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.

"Beberapa sikap masyarakat yang menganggap wajar beberapa kebiasaan dilingkup publik mengalami perubahan," ujar Suharyanto di Kantornya, Jakarta, Senin (16/9).

Pertama, memberi uang atau barang dalam penerimaan PNS itu dianggap wajar dengan persentase capai 29,94 persen. Padahal tahun sebelumnya persentasenya hanya 10,62 persen dari keseluruhan kepala rumah tangga yang disurvei.

Kedua, memberi uang kepada polisi dalam pengurusan STNK, SIM, SKCK naik dari sebelumnya 24,52 persen menjadi 26,88 persen. Lalu ketiga, masyarakat yang menganggap wajar memberi uang saat pilkada atau pilkades juga meningkat dari 19,08 persen menjadi 21,34 persen.

"Keempat survei juga menyebut masyarakat menganggap wajar jika guru mendapat jaminan anaknya diterima masuk ke sekolah tempat dia mengajar. Ini naik tipis dari 27,99 persen manjadi 29,66 persen. Lalu memberi uang kepada petugas urusan administrasi juga naik," jelas Kepala BPS.

Suhariyanto melanjutkan, survei juga mencatat, semakin tinggi pendidikan masyarakat, maka cenderung semakin anti korupsi. Pada 2019, IPAK masyarakat berpendidikan SLTP ke bawah sebesar 3,57, SLTA sebesar 3,94 dan di atas SLTA sebesar 4,05.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BPS Catat Ekspor Indonesia USD 14,28 Miliar di Agustus 2019

Aktifitas kapal ekspor inpor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (26/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus 1,24 miliar . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Agustus 2019 mencapai USD 14,28 miliar. Angka tersebut merosot 7,06 persen dibandingkan dengan posisi Juli tahun ini sebesar USD 14,45 miliar.

"Ekspor pada Agustus sebesar USD 14,28 miliar, turun 7,06 persen dibanding bulan sebelumnya," ujar Kepala BPS, Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin (16/9).

Pada Agustus Indonesia mengekspor migas menyumbang USD 0,88 miliar. Sementara itu sektor nonmigas menyumbang ekspor sekitar USD 13,40 miliar.

Secara tahunan, ekspor Indonesia sejak awal tahun telah mencapai USD 110,07 miliar turun 8,28 persen jika dibandingkan tahun lalu sebesar USD 120,01 miliar.

Sementara itu, ekspor utama Indonesia masih didominasi oleh China dengan komoditas utama bahan bakar mineral, lalu Amerika Serikat dengan komoditas utama pakaian jadi dan Jepang dengan komoditas utama bahan bakar mineral dan permata.

"Tantangan masih berat, negara-negara tujuan ekspor mengalami perlambatan ekonomi. Di sisi lain perang dagang masih berlangsung. Harga komoditas masih fluktuatif. Kalau kita lihat pergerakannya masih mirip dengan tahun sebelumnya," tandasnya.


BPS: Inflasi Agustus 2019 di Angka 0,12 Persen

Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi selama Agustus 2019 di angka 0,12 persen. Angka ini lebih rendah dibanding Juli 2019 yang ada di angka 0,31 persen.

Sementara Untuk inflasi tahun kalender Januari-Agustus 2019 mencapai 2,48 persen. Sedangkan inflasi tahun ke tahun sebesar 3,49 persen.

"Bulan agustus 2019 menunjukan adanyaa kenaikan. Berdasarkan survei di 82 kota pada bulan Agustus 2019 ini tejadi inflasi 0,12 persen,"kata Kepala BPS, Suhariyanto di Kantornya Jakarta, Senin (2/9/2019). 

Dia mengungkapkan, dari 82 kota IHK yang dilakukan pemantauan, sebanyak 44 kota mengalami inflasi. Sedangkan 38 kota mengalami deflasi.

Inflasi tertinggi dialami di Kudus sebesar 0,82 persen, sedangkan terendah yaitu di Tasikmalaya, Madiun, Parepare sebesar 0,04 persen.Sementara untuk deflasi tertinggi dialami Bau-Bau ebesar -2,10 persen dan deflasi terendah di Tegal, Palopo -0,02 persen.

"Dengan perhatikan inflasi ini masih berada di bawah target pemerintah. Ini termasuk kendali karena berbagai program yang dilakukan pemerintah," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya