Bos Bappenas Beberkan Alasan Investasi Masih Berpusat di Jawa

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Pulau Jawa jadi alasan investor lebih banyak berinvestasi di Pulau Jawa.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Sep 2019, 17:00 WIB
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (19/9). Bambang memaparkan pagu anggaran 2019 untuk Kementerian PPN/Bappenas turun menjadi Rp1,781 triliun. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan salah satu alasan mengapa para investor masih memilih Pulau Jawa dan Sumatera untuk berinvestasi. Hal itu dikarenakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di kawasan tersebut masih tinggi di bandingkan wilayah lain.

Menteri Bambang menyebut, kontribusi PDRB Pulau Jawa dan Sumatera tetap mendominasi dengan angka yang tidak pernah turun di bawah 80 persen dari PDB Indonesia. Kondisi ini berbanding terbalik dibandingkan dengan wilayah Kalimantan dan Sulawesi, atau di Maluku dan Papua.

"Kalau Pulau Jawa dominan, maka oportunity orang Jawa punya income lebih besar dibandingkan Kalimantan. Otomatis peluang perbaikan income di sana terbatas apalagi di Maluku dan Papua kontribusinya hanya sekian persen," kata dia dalam dialog Ibu Kota Negara Baru di Kantornya, Jakarta, Senin (16/9).

Merujuk pada data Bappenas, selama 35 tahun kontribusi PDRB di Pulau Jawa dan Sumateran tidak pernah mengalami penuruhan. Penurunan hanya terjadi pada saat krisis ekonomi pada tahun 1998 menjadi 79,8 persen, selebihnya masih berada di kisaran 80 persen.

"Pada tahun 1983 sebesar 81,8 persen 35 tahun tidak bergerak masih 80,1 persen di 2018. Ketimpangan antar daedah tidak pernah disentuh. Tahun 1998 turun sebesar 79,8 persen kemudian dia naik lagi" kata dia.

"Di 2045 apakah kita mau liat grafik tetap seperti ini? yang senamg hanya Jawa dan Sumatera ini tidak adil bagi orang yang diluar Pulau Jawa," tambah dia.

Oleh karena itu, untuk melakukan pemerataan ketimpangan antar daerah tersebut salah satu langkah nyatanya adalah pemindahan lokasi ibu kota negara ke wilayah Kalimantan. Dengan demikian, pusat investasi tidak hanya bergantung di Pulau Jawa saja, melainkan akan menjangkau keseluruhan.

"Mana masalah lebih serius ketimpangan kelompok pendapatan atau ketimpangan antar daerah? Saya akan jawab ketimpangan antar daerah. Karena itu penyebab antar kelompok pendapatan," tandasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Masalah Integrasi jadi Penyebab Investasi Indonesia Kalah dari Vietnam

lustrasi Investasi Penanaman Uang atau Modal (iStockphoto)

Presiden Jokowi mencatat 33 perusahaan yang keluar dari China memilih untuk berinvestasi di Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Dia meyakini bahwa ada persoalan serius sehingga para investor tak ada yang berinvestasi di Indonesia.

Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Heru Dewanto mengatakan, integrasi adalah kunci untuk menarik investor agar mau berinvestasi. Selama ini infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah belum cukup mendongkrak investasi karena kurangnya integrasi antara produksi dan pasar.

"Kuncinya integrasi. Jadi memanfaatkan dekat dengan pusat investasi. Tapi kalau kemarin tidak dibangun infrastruktur kan sulit terintegrasi. Kita sudah punya modal. Walau masih kurang, tapi apa yang kita bangun harus dioptimalkan dengan pusat produksi dan peningkatan SDMnya," ujar Heru di Grand Sahid, Jakarta, Senin (9/9).

Dalam menjalankan investasi, infrastruktur yang menghubungkan segala elemen menjadi faktor utama. Hal ini akan menentukan apakah produk yang dihasilkan kompetitif dan berdaya saing. Tanpa infrastruktur yang terintegrasi maka, produk yang dihasilkan akan mahal dan mati dipasaran.

"Investor yang ingin berinvestasi ke suatu negara tentu saja ingin memastikan bahwa investasi ini akan berdayaguna secara efektif. Dan salah satu faktor tentu adalah infrastruktur kalau infrastruktur itu tidak mendukung maka investasi menjadi investasi yang kosong," jelasnya.

"Misalnya transportasi, logistik dan itu membuat yang namanya produk itu menjadi tidak kompetitif dan itu bergantung pada infrastruktur. Di luar itu, masalah kemudahan perizinan dan lain sebagainya ada baiknya ditanyakan kepada yang membuat perizinan," sambung Heru.

Untuk itu, dia berharap, pemerintah lebih kerja keras membuat infrastruktur terintegrasi satu dengan yang lain. Juga harus membuat infrastruktur yang mampu dekat dengan pasar agar biaya produksi dapat diperkecil.

"Artinya, kita masih harus lebih kerja keras lagi untuk membangun infrastruktur dan memastikan infrastruktur yang sudah kita bangun ini, itu terhubung atau terintegrasi atau terkoneksi dengan pusat produksi itu misalnya dengan perdagangan," tandasnya.

 

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com  


Pengusaha: Diskon Pajak hingga 200 Persen Mampu Dongkrak Investasi

Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

Regulasi tersebut merupakan aturan yang memperkuat pemberian insentif pengurangan pajak super (super deductible tax) bagi pelaku usaha yang terlibat dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan vokasi.

Usai terbitnya PP tersebut, Kementerian Keuangan juga mengeluarkan aturan turunan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang memberikan insentif pengurangan pajak biaya penelitian dan vokasi hingga mencapai 200-300 persen.   

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengapresiasi kehadiran regulasi baru yang memberikan diskon pajak tersebut, sehingga pengeluaran pelaku usaha bisa berkurang karenanya.

"Kita terima kasih dong. Diskon pajak kan artinya akan memberikan lebih longgar cash terhadap perusahaan," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan Benny Soetrisno di Jakarta, Kamis (5/9/2019).

Benny berharap, kelonggaran super deductible tax ini dapat berimbas kepada pelaku usaha untuk diinvestasikan kembali, dan juga menimbulkan dampak berlanjut.

"Kalau ada investasi, berarti ada aktivitas ekonomi. Kalau aktivitas ekonominya nambah berarti lapangan kerja juga kan nambah. Jadi multiplier effect-nya itu lebih banyak," tukas dia.   

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya